Internasional

YLBHI Desak Impunitas Advokat dalam Revisi RKUHAP

Avatar photo
3
×

YLBHI Desak Impunitas Advokat dalam Revisi RKUHAP

Sebarkan artikel ini

YLBHI Soroti Kekebalan Hukum Advokat dalam Revisi RKUHAP

Jakarta, CNN Indonesia – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) mengungkapkan keprihatinan mengenai potensi kekebalan hukum bagi advokat dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Hal ini disampaikan Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi III DPR pada Senin (21/7). Keberadaan pasal yang menjamin impunitas advokat dinilai krusial, terutama setelah 15 advokat publik YLBHI menjadi tersangka di tahun yang sama.

Isnur menegaskan, “Tahun ini 15 pengacara kami telah ditersangkakan. Pada tahun 2015, kami terpaksa menghadapi sidang untuk dua advokat.” Ia menambahkan bahwa pasal impunitas bagi pengacara yang membantu bantuan hukum sangat dibutuhkan, mengingat kondisi kejam di lapangan.

Kekhawatiran ini muncul di tengah proses pembahasan RKUHAP, di mana YLBHI sebelumnya dilibatkan. Namun, dalam perjalanannya, akses terhadap draf RUU akhir tidak didapatkan secara merata. Isnur ungkapkan rasa kecewa, “Kami mendapat undangan di awal, tetapi dalam prosesnya, sepertinya kami dilupakan.”

Pihak YLBHI juga berbicara tentang penolakan mereka terhadap pembahasan RKUHAP. Mereka merasa ada banyak hal yang perlu diperbaiki dalam proses partisipasi yang melibatkan masyarakat sipil, termasuk lembaga advokasi yang sejatinya berperan sebagai jembatan keadilan sosial.

Di sisi lain, koalisi advokat yang tergabung dalam organisasi seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menunjukkan dukungan untuk RKUHAP dan menolak upaya-upaya penggagalan pembahasan RUU yang diyakini bisa memperkuat posisi hukumnya. Mereka mengapresiasi substansi RUU yang menyebutkan penguatan peran advokat, termasuk hak untuk mendampingi saksi dan perlindungan hukum saat menjalankan tugas profesinya.

Juniver Girsang, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Peradi, mengajak DPR dan pemerintah untuk lebih terbuka dalam menerima masukan dari masyarakat. “Kami ingin proses legislasi ini melibatkan semua elemen yang terpengaruh,” ungkapnya.

Kasus-kasus yang menimpa advokat publik menjadi cermin ketidakpastian bagi masyarakat. Jika advokat sebagai lembaga pembela hukum tertekan, maka siapa yang akan melindungi hak-hak masyarakat yang rentan? Kekhawatiran ini sejalan dengan isu perlindungan hak asasi manusia yang tengah hangat diperbincangkan di Indonesia.

Menanggapi isu tersebut, banyak anggota masyarakat mendesak agar RKUHAP tidak hanya menjadi produk hukum yang formal, tetapi juga berfungsi melindungi semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum. Mereka berharap ke depan, aturan yang diambil mampu memberikan jaminan dan keadilan yang lebih baik, terutama bagi kalangan yang membutuhkan bantuan hukum.

Kondisi sosial yang dinamis, termasuk berbagai tantangan yang dihadapi hukum di Indonesia, mendorong masyarakat untuk terus mengawasi proses legislasi ini. Sebagai bagian dari ekosistem hukum, suara masyarakat perlu didengar agar setiap kebijakan mampu menciptakan keadilan bagi semua, tanpa terkecuali.

Melihat urgensi dan dampaknya, perlu ada kolaborasi yang sehat antara pemerintah, DPR, dan masyarakat sipil agar tujuan RKUHAP terpenuhi sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi. Ketika advokat terjamin haknya, maka masyarakat pun dapat merasakan efek positif dari sistem peradilan yang lebih baik.