Reni Rahmawati, WNI Korban Kasus “Pengantin Pesanan”, Dapat Perlindungan KJRI Guangzhou
Beijing – Reni Rahmawati, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Sukabumi, kini berada dalam perlindungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Guangzhou. Pengumuman ini disampaikan oleh Konsul Jenderal RI di Guangzhou, Ben Perkasa Drajat, yang memastikan Reni akan ditempatkan di “shelter” hingga kasusnya selesai dalam waktu satu bulan ke depan.
Reni, yang berusia 23 tahun, menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di China. Kasus ini terungkap setelah ibu Reni, Emalia, melapor kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pada 19 September 2025, mengungkapkan bahwa putrinya disekap di suatu lokasi di China.
Setelah tiba di China pada 18 Mei 2025, Reni married Tu Chao Cai, seorang warga negara China yang merupakan wiraswasta. Pernikahan ini merupakan bagian dari praktik “mail order bride,” di mana seorang pria dapat “memesan” wanita dari Indonesia melalui agen dengan sejumlah uang.
“Kasus ini cukup rumit karena suaminya telah mengeluarkan Rp400 juta untuk agen, tetapi KJRI telah menyarankan agar mereka bercerai terlebih dahulu sebelum menangani permasalahan keuangan,” jelas Ben Perkasa.
Reni awalnya datang ke China dengan tawaran pekerjaan bergaji Rp15 juta hingga Rp20 juta per bulan. Namun, setelah tiba di sana, dia justru dipaksa menikah dengan Tu Chao Cai hanya dua hari kemudian. Kasusnya mencuat setelah KJRI Guangzhou berkoordinasi dengan pihak kepolisian setempat untuk menjamin keselamatannya, yang kemudian mengunjungi kediaman Reni.
Pada 10 Oktober 2025, pertemuan berlangsung di mana Reni menegaskan keinginan untuk bercerai dan kembali ke Indonesia. Pihak Tu Chao Cai diminta untuk menghormati keputusan Reni dan segera mengajukan gugatan cerai.
Terkait tuntutan ganti rugi sebesar 205.000 RMB (sekitar Rp476 juta), KJRI menjelaskan bahwa tuntutan tersebut seharusnya diajukan kepada pihak agen, bukan kepada Reni, yang hanya menerima Rp11 juta dari seorang bernama Abdullah.
Di sisi lain, Tu Chao Cai mengklaim sebagai korban penipuan karena mengira Reni tidak keberatan selama proses pernikahan, bahkan mengaku bahwa dua orang yang hadir adalah orang tuanya. Namun, Reni sebenarnya terpaksa melakukan itu akibat tekanan dari agen.
Kantor Urusan Luar Negeri (Foreign Affairs Office) di Quanzhou meminta klarifikasi dari pemerintah Indonesia terkait berita bohong yang beredar mengenai Reni, termasuk tuduhan perbudakan seks dan kekerasan dalam rumah tangga. Mereka juga meminta keluarga Reni untuk menghentikan penyebaran informasi yang tidak benar jika Reni tetap ingin bercerai.
Di Indonesia, keluarga Reni telah melapor ke Polda Jawa Barat, yang kini memburu keterangannya untuk melanjutkan penyidikan. Polda juga telah menahan tersangka terkait kasus ini, dan KJRI optimis hasil penyidikan akan memberikan kejelasan mengenai aliran uang yang telah dibayarkan oleh Tu Chao Cai.
Ben Perkasa menekankan komitmen KJRI untuk melindungi hak WNI di luar negeri dengan melibatkan pihak berwenang dan beroperasi sesuai hukum yang berlaku. KJRI tidak mengambil alih tanggung jawab pidana dan perdata, tetapi memberikan dukungan sesuai peraturan yang ada.
Sejak awal tahun ini, KJRI Guangzhou mencatat lebih dari 10 kasus dengan modus serupa, semua merupakan perempuan Indonesia yang terjerat dalam praktik pengantin pesanan. Masyarakat diimbau untuk melaporkan informasi terkait kasus serupa melalui WhatsApp hotline KJRI Guangzhou.









