Internasional

WNI di Prancis Gelar Aksi ‘Prancis Bergerak’ Tuntut Hentikan Brutalitas dan Korupsi

Avatar photo
3
×

WNI di Prancis Gelar Aksi ‘Prancis Bergerak’ Tuntut Hentikan Brutalitas dan Korupsi

Sebarkan artikel ini

WNI di Prancis Gelar Aksi ‘Prancis Bergerak’ Tuntut Hentikan Brutalitas Aparat

Jakarta, CNN Indonesia – Sebuah aksi protes bertajuk ‘Prancis Bergerak’ digelar oleh Warga Negara Indonesia (WNI) di Paris, tepatnya di Place Possoz, pada Jumat (5/9). Aksi ini diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari pelajar, pekerja migran, seniman, hingga ibu rumah tangga, yang menyuarakan berbagai tuntutan terhadap pemerintah Indonesia.

Massa aksi mendesak agar brutalitas yang dilakukan aparat segera dihentikan, menuntut pemberantasan korupsi, serta mengkritisi kenaikan gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Para peserta membawa poster yang berisi kritik dan tuntutan yang jelas, mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap situasi di tanah air.

Dalam kesempatan itu, massa juga menyampaikan belasungkawa mendalam kepada korban yang meninggal dunia selama gelombang demonstrasi belakangan ini. Mereka mengingatkan kembali perlunya pembebasan bagi rekan-rekan aktivis yang saat ini masih ditahan oleh pihak kepolisian di berbagai kota di Indonesia.

Aktion serupa juga direncanakan akan digelar di Place de la Bastille, Paris, pada Minggu (7/9) pukul 14:00 waktu setempat, menunjukkan bahwa solidaritas di kalangan diaspora Indonesia tetap kuat.

Selain itu, Gerak Solidaritas Belanda bersama masyarakat Indonesia di Belanda melaksanakan aksi jalan solidaritas menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag pada Kamis (4/9). Aksi yang diikuti oleh hampir 400 orang tersebut merupakan bentuk dukungan kepada korban kekerasan aparat negara selama demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus.

Dalam demonstrasi tersebut, Gerak Solidaritas Belanda menyampaikan dukungan penuh terhadap tuntutan 17+8 dari rakyat Indonesia serta sejumlah tuntutan khusus kepada perwakilan KBRI di Belanda. Mereka mengecam keras gelombang otoritarianisme dan militerisme yang muncul di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Reprensi terhadap rakyat, kata mereka, tidak hanya dilakukan oleh Polri dan TNI, melainkan juga dilegitimasi melalui berbagai peraturan dan kebijakan yang bersifat represif, termasuk pembungkaman media dan kriminalisasi terhadap peserta aksi dan aktivis.

“Saya berharap ini bukan menjadi aksi terakhir, tetapi justru pemicu untuk melakukan gerakan-gerakan lain yang lebih besar,” ujar salah seorang perwakilan dari Gerak Solidaritas Belanda.

Aksi ini tidak hanya menegaskan dukungan kepada para korban, tetapi juga mencerminkan kepedulian yang mendalam dari masyarakat Indonesia di luar negeri terhadap kondisi sosial dan politik di tanah air. Harapannya, suara mereka dapat didengar dan menjadi dorongan bagi perubahan positif di Indonesia.