Warga Sanankulon Desak Pembukaan Perlintasan Kereta Api Liar di Blitar
Puluhan warga Desa Sanankulon, Kabupaten Blitar, mengajukan protes terkait penutupan perlintasan Kereta Api (KA) liar yang diberlakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Mereka meminta agar akses tersebut dibuka kembali meski penutupan dilakukan demi alasan keamanan dan keselamatan.
Protes yang dilakukan oleh warga ini berlangsung di Kantor Desa Sanankulon. Mereka berharap perlintasan yang ditutup dapat diaktifkan kembali, meskipun kenyataannya perlintasan tersebut tidak memiliki izin resmi. Jarak perlintasan liar tersebut dengan perlintasan resmi hanya sekitar 800 meter, yang berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan.
Kepala Desa Sanankulon, Eko Triyono, mengatakan bahwa penutupan tersebut membuat sebagian warga merasa kesulitan. “Masyarakat terpaksa memutar jalan meski jaraknya tidak terlalu jauh,” ungkapnya dalam pernyataan pada Rabu (29/10/2025).
Eko menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Pasal 4, jarak minimal antara perlintasan yang diizinkan harus lebih dari 800 meter untuk memungkinkan pembangunan palang pintu dan meningkatkan keselamatan. Namun, ia mencatat bahwa pihak desa akan tetap menampung aspirasi warga dan merencanakan untuk mengajukan proposal kepada Bupati Blitar agar dipertimbangkan pembangunan pos palang pintu di lokasi tersebut.
“Setelah ini, kami akan mengirimkan proposal kepada Bupati Blitar untuk memohon kepada Dirjen KAI agar perlintasan Jalur Perlintasan Langsung (JPL) 203 di Desa Sanankulon dapat dibuka kembali,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar, Puguh Imam Susanto, menegaskan bahwa penutupan perlintasan liar tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku. Sebelum melakukan penutupan, pihaknya bersama tim dari dinas perhubungan, KAI, dan Satlantas Polres Blitar Kota telah melakukan survei mendalam. “Penutupan ini tidak serta-merta dilakukan, kami telah merapatkan dan mengidentifikasi lokasi yang perlu ditutup. Semua tahapan sudah dilalui,” jelas Puguh.
Puguh menambahkan bahwa proses penutupan perlintasan ini telah melibatkan sosialisasi kepada masyarakat. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pihak desa sebelumnya telah menyetujui penutupan yang dimaksud.
Kasus ini mencerminkan tantangan yang dihadapi masyarakat terkait infrastruktur transportasi yang aman. Meskipun masyarakat menginginkan kemudahan akses, keselamatan tetap menjadi prioritas utama. Penanganan yang transparan dan pelibatan masyarakat dalam setiap keputusan terkait infrastruktur sangat penting agar kebutuhan dan keamanan masyarakat dapat sejalan.
Dengan berbagai langkah yang akan diambil oleh pihak pemerintah desa, diharapkan ada solusi yang dapat memenuhi harapan warga sekaligus menjaga keselamatan. Komunikasi yang baik antara masyarakat dan pemerintah juga perlu ditingkatkan guna menciptakan kondisi yang tidak hanya aman, tetapi juga berkelanjutan.









