Ribuan Warga Blitar Terancam Kehilangan Bantuan Beras Sejahtera Daerah
Kota Blitar menghadapi tantangan besar dalam penyediaan bantuan Beras Sejahtera Daerah (Rastrada) untuk tahun 2026. Pangkasannya dana transfer dari pemerintah pusat mencapai Rp114 miliar, berpotensi mengganggu program sosial yang sudah ada dan meningkatkan risiko bagi warga kurang mampu.
Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait pemangkasan tersebut. Diungkapkannya, pemotongan anggaran ini tidak melibatkan dirinya dalam pengambilan keputusan, padahal hal itu memiliki dampak langsung terhadap masyarakat. “Saya sering diajak berdiskusi dengan kepala dinas, tetapi untuk kebijakan, saya tidak memiliki kewenangan,” kata Elim, dalam pernyataannya di sela-sela pertemuan pada Senin (27/10/2025).
Elim menyadari batasan yang dihadapinya sebagai wakil wali kota. Namun, ia menyayangkan kurangnya komunikasi dengan Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin. Ia berharap ada musyawarah sebelum keputusan penting diambil yang menyangkut kehidupan masyarakat. “Kita adalah satu paket, komunikasi sangat penting,” tegasnya.
Dari sisi lain, Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin (dikenal sebagai Mas Ibin) juga menyampaikan kekhawatirannya tentang dampak pemangkasan anggaran tersebut. Dia menjelaskan bahwa hampir 80 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mencapai sekitar Rp1 triliun bergantung pada dana transfer dari pusat. “Pemangkasan ini jelas memengaruhi program-program kami secara signifikan,” ungkap Mas Ibin pada Jumat (3/10/2025).
Situasi ini menunjukkan adanya ancaman serius bagi program-program sosial, termasuk bantuan Rastrada, yang selama ini berfungsi sebagai jaring pengaman untuk masyarakat kurang mampu. “Rastrada mungkin akan dievaluasi besar-besaran di tahun 2026 akibat keterbatasan dana yang ada,” kata Mas Ibin, menegaskan potensi pengurangan jumlah bantuan yang diterima oleh masyarakat.
Dampak dari pemotongan ini bukan hanya sekadar angka yang dipangkas, tetapi juga berimplikasi pada ruang fiskal daerah dan kemampuan pemerintahan kota dalam menjalankan program-program layanan sosial. Hal ini menambah tantangan bagi Pemkot Blitar dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.
Kekhawatiran ini tidak hanya dirasakan oleh pemerintah kota, tetapi juga oleh masyarakat yang semakin bergantung pada bantuan sosial dalam menjaga stabilitas kehidupan sehari-hari. Pemkot Blitar diharapkan dapat segera mengoptimalkan komunikasi antar pejabat dan melibatkan lebih banyak pihak dalam pengambilan keputusan demi kepentingan bersama.
Penting bagi masyarakat Blitar untuk tetap memantau perkembangan ini dan menuntut transparansi serta akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan anggaran. Kita semua sepakat bahwa setiap kebijakan yang diambil harus mengedepankan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang kurang mampu.
Dengan adanya tantangan tersebut, semoga Pemkot Blitar dapat segera mencari solusi agar program-program sosial tidak terputus dan tetap bisa memberikan manfaat bagi seluruh warga.









