Kasus Perundungan di SMPN 3 Doko: Tanggapan Wakil Gubernur dan Harapan Masyarakat
Blitar, Jawa Timur – Kasus perundungan yang melibatkan seorang siswa di SMP Negeri 3 Doko mengundang perhatian masyarakat luas, termasuk Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. Dalam pernyataannya, Emil menekankan pentingnya keadilan dan efek jera bagi para pelaku, sembari memahami kompleksitas penanganan kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
Emil menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berkoordinasi dengan Bupati Blitar dan pihak terkait lainnya untuk menyelesaikan kasus ini. “Kami percaya bahwa pihak berwenang, termasuk Polres Blitar, sedang menangani kasus ini dengan serius. Namun, kami mengharapkan penegakan hukum yang tegas agar keadilan dapat ditegakkan,” ujar Emil dalam sebuah konferensi pers.
Insiden bullying yang terjadi pada 18 Juli 2025 itu melibatkan puluhan siswa yang melakukan perundungan dan penganiayaan terhadap seorang rekan sekelasnya. Aksi tersebut bahkan direkam dan tersebar di media sosial, menambah sorotan publik terhadap masalah ini. Situasi ini memperlihatkan betapa seriusnya perundungan di lingkungan pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka, menjelaskan kronologi insiden tersebut. Ia menyebutkan bahwa perundungan terjadi saat siswa melaksanakan kerja bakti. “Kronologis kejadian berawal dari saling ejek, yang kemudian berujung pada keributan,” jelasnya. Adi juga menyebutkan bahwa setelah insiden, pihak sekolah bersama orang tua korban memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
Masyarakat kini menaruh harapan besar terhadap penanganan kasus ini, terutama dalam menetapkan tindakan yang tepat bagi para pelaku. Sudut pandang masyarakat menginginkan agar pelaku menerima konsekuensi dari tindakan mereka, sekaligus memberikan pelajaran bagi orang lain agar hal serupa tidak terulang. “Kami ingin ada tindakan yang tegas, agar tidak ada lagi siswa yang merasa aman untuk berperilaku kasar,” ungkap salah satu orang tua siswa, mengungkapkan keprihatinannya tentang fenomena perundungan di sekolah.
Emil menekankan bahwa meskipun ada tantangan dalam penegakan hukum terhadap anak-anak di bawah umur, penting untuk mencapai keadilan tanpa melanggar prinsip-prinsip yang ada. “Keadilan bagi korban harus diutamakan, dan perlu ada efek jera agar perilaku semacam ini tidak terulang di masa depan,” tuturnya.
Dari perspektif sosial, kasus ini menjadi cerminan bagaimana budaya bullying semakin merusak lingkungan pendidikan. Masyarakat berharap pihak sekolah, orang tua, dan aparat keamanan bersinergi agar perundungan dapat diminimalisasi. Pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif tentang empati dan saling menghargai diharapkan dapat mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih positif.
Kasus ini juga memunculkan perdebatan publik mengenai tanggung jawab semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun yang memiliki peran dalam mendidik dan melindungi siswa. Dalam konteks ini, semua elemen masyarakat diharapkan berkontribusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak.
Sebagai penutup, harapan untuk penanganan yang transparan dan adil dari pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat menanti langkah konkret yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Blitar dan pihak terkait sebagai upaya pencegahan perundungan di masa yang akan datang, demi menciptakan lingkungan sekolah yang lebih baik bagi generasi mendatang.