JAKARTA – Wabah chikungunya yang tengah melanda China kini menjadi perhatian, terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan yang berpotensi terinfeksi. Hingga 25 Juli, jumlah kasus demam chikungunya di negara tirai bambu tersebut melonjak hingga 4.014, terutama di Provinsi Guangdong, yang menjadi kawasan terparah terdampak.
Lonjakan kasus ini terjadi setelah pihak berwenang mulai melacak dan mencatat kasus-kasus baru selama dua pekan terakhir. Sun Yang, Wakil Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Nasional China, menyatakan dalam konferensi pers bahwa wabah chikungunya di kawasan tersebut masih cukup parah. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk terinfeksi dan dapat menyebabkan demam serta nyeri sendi yang cukup berat, meskipun kematian akibat penyakit ini tergolong jarang.
Dalam upaya penanganan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China telah menerbitkan imbauan kepada masyarakat untuk mencegah penyebaran, termasuk rekomendasi penggunaan kelambu, obat anti-nyamuk, dan pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang menunjukkan gejala seperti demam dan ruam. Khususnya di Distrik Shunde, yang menyumbang 90 persen dari total kasus, pemerintah setempat telah menggandakan jumlah tempat tidur isolasi untuk menampung pasien.
Kondisi ini tentu menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, apalagi Shunde dikenal dengan kuliner khasnya yang menarik banyak pengunjung. Hal ini memperbesar risiko penyebaran penyakit, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi sektor pariwisata dan perekonomian lokal. Masyarakat diimbau untuk lebih waspada dan memastikan agar tidak ada genangan air di lingkungan mereka, yang dapat menjadi tempat berkembang biak bagi nyamuk.
Komisi Kesehatan Foshan pun telah menjalankan peraturan ketat dengan penalti denda mencapai 10.000 yuan (sekitar Rp22,86 juta) bagi mereka yang melanggar ketentuan pencegahan wabah. Sementara itu, di China, vaksin untuk chikungunya sudah ada, tetapi belum tersedia secara luas bagi masyarakat.
Pentingnya edukasi dan tindakan pencegahan oleh pemerintah tidak bisa dipandang sebelah mata, karena chikungunya merupakan penyakit endemik yang pernah melanda China beberapa tahun lalu, dengan lonjakan pertama tercatat pada tahun 2010. Hal ini menyoroti betapa pentingnya diseminasi informasi dan kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi penyakit zoonosis.
Bagi masyarakat Indonesia, situasi ini merupakan pengingat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan kewaspadaan terhadap penyakit yang disebabkan oleh serangga, terutama di musim hujan ketika potensi genangan air meningkat. Masyarakat diminta untuk proaktif mencegah pembiakan nyamuk, serta tidak ragu untuk memeriksakan diri jika merasakan gejala yang mencurigakan.
Melihat pengalaman negara lain, penting bagi Indonesia untuk mempersiapkan langkah pencegahan yang matang dan berbasis epidemiologi, guna mencegah agar kejadian serupa tidak terjadi. Edukasi kepada masyarakat melalui kampanye kesehatan pun menjadi langkah strategis dalam menangkal penyebaran penyakit ini di tanah air.