Komisi Eropa Siapkan Sanksi Ekonomi untuk Israel Terkait Konflik di Gaza
Jakarta, CNN Indonesia – Komisi Eropa mengumumkan rencana untuk memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Israel, termasuk tarif tinggi pada barang-barang yang diekspor dari negara tersebut. Langkah ini sebagai respons atas serangan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dan pelanggaran hak asasi manusia di Tepi Barat.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, dalam wawancara eksklusif dengan Euronews, menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan pentingnya menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan. “Perdagangan antara Uni Eropa dan Israel pada tahun 2024 diperkirakan mencapai €42,6 miliar (sekitar Rp818 triliun). Dari angka tersebut, sekitar 37 persen merupakan perlakuan istimewa yang diberikan Uni Eropa kepada Israel. Kebijakan ini jelas akan berdampak signifikan bagi Israel,” ungkap Kallas.
Proposal sanksi ini pertama kali disampaikan oleh Presiden Komisi Eropa, Ursula Von der Leyen, dalam pidato State of the Union di Parlemen Eropa minggu lalu. Rencana ini kini menunggu pembahasan resmi oleh Komisi Eropa yang dijadwalkan pada Rabu (17/9). Untuk dapat diimplementasikan, proposal ini diharuskan mendapat dukungan mayoritas negara anggota Uni Eropa, termasuk di antaranya Jerman atau Italia. Namun, kedua negara tersebut telah dikenal sebagai penentang terhadap berbagai upaya yang bertujuan untuk menekan Israel.
Juru bicara Komisi Eropa, Paula Pinho, mengonfirmasi, “Besok, dalam rapat Dewan, para komisaris akan mengadopsi serangkaian langkah terkait Israel.” Rencana sanksi ini termasuk penangguhan beberapa ketentuan dagang berdasarkan Perjanjian Euro-Mediterania antara Uni Eropa dan Israel, serta sanksi terhadap menteri dan pemukim yang terlibat dalam tindakan kekerasan.
Dalam konteks yang lebih luas, langkah ini mengindikasikan kekhawatiran yang meningkat di kalangan negara-negara anggota Uni Eropa mengenai perkembangan situasi di Timur Tengah, khususnya berkaitan dengan hak asasi manusia dan pelanggaran hukum internasional. Eropa tampaknya semakin bertekad untuk menegaskan posisinya dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional, meskipun harus mengatasi tantangan dari negara-negara anggotanya sendiri yang memiliki pandangan berbeda terhadap Israel.
Sejumlah pengamat internasional menilai keputusan ini sebagai langkah berani Uni Eropa, yang sebelumnya lambat dalam menanggapi konflik berkepanjangan ini. Sanksi ekonomi dapat menjadi alat yang efektif untuk mempengaruhi kebijakan Israel, tetapi implementasinya tergantung pada konsensus di antara negara-negara anggota.
Sebagai catatan, terdapat resiko bahwa sanksi ini dapat memperburuk hubungan antara Uni Eropa dan Israel. Tim diplomat Israel kemungkinan akan bekerja keras untuk menggalang dukungan politik dari negara-negara anggota Uni Eropa agar proposal ini tidak disetujui.
Melihat kondisi yang terjadi, sanksi ini tampaknya mencerminkan dorongan Eropa untuk mengambil pendekatan lebih tegas dalam menghadapi isu-isu kemanusiaan dan pelanggaran hukum internasional. Langkah ini diharapkan dapat menjadi sinyal bagi komunitas internasional bahwa pelanggaran terhadap hak manusia tidak dapat dibiarkan tanpa konsekuensi.