Internasional

Trump Serang Wali Kota London, Siap Kunjungi Kota di September

Avatar photo
36
×

Trump Serang Wali Kota London, Siap Kunjungi Kota di September

Sebarkan artikel ini

Kritik Trump Terhadap Wali Kota London: Dampak bagi Masyarakat Global

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, merangkul kembali sikap kontroversialnya terhadap Wali Kota London, Sadiq Khan, dalam konferensi pers yang digelar di Skotlandia bersama Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, pada Senin (28/7). Dalam kesempatan tersebut, Trump tidak ragu menyampaikan ketidaksukaannya kepada Khan dan menilai kinerjanya sebagai wali kota sangat buruk. Pernyataan ini memberikan gambaran mengenai dinamika politik yang berpotensi mempengaruhi hubungan internasional dan opini publik di negara lain, termasuk Indonesia.

Saat ditanya kemungkinan kunjungan kenegaraan ke London pada bulan September, Trump menjawab, “Saya bukan penggemar wali kota Anda. Saya pikir dia telah melakukan pekerjaan yang buruk.” Serangan tersebut disertai dengan kata-kata pedas yang menggambarkan Khan sebagai “orang yang jahat.” Keadaan ini menciptakan ketegangan tidak hanya antara kedua tokoh politik tersebut, tetapi juga menunjukkan adanya polarisasi yang lebih luas dalam konteks politik global.

Keir Starmer, yang hadir bersama Trump, cepat tanggap dengan menjelaskan bahwa “dia sebenarnya adalah teman saya.” Meskipun demikian, Trump tetap bersikukuh pada pandangannya, menunjukkan bahwa ketidakharmonisan ini bukanlah hal baru antara keduanya. Hubungan antara Khan dan Trump sudah dimulai sejak pemilihan presiden tahun 2016, di mana Khan kerap mengkritik kebijakan-kebijakan populis Trump yang dianggap merugikan nilai-nilai progresif.

Pernyataan Trump terhadap Khan tidak hanya menyoroti perbedaan pandangan politik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat mengenai bagaimana komentar pemimpin dunia dapat mempengaruhi persepsi publik di negara lain, termasuk Indonesia. Dalam konteks Indonesia, masyarakat rentan terpengaruh oleh narasi yang dibentuk oleh pemimpin global seperti Trump. Hal ini memicu diskusi mengenai pentingnya sikap penguasa dalam menciptakan dialog positif antarnegara.

Khan sendiri dalam sebuah podcast sebelum pemilihan Trump yang akan datang pada November 2024, menyatakan bahwa serangan yang ditujukan kepadanya tidak hanya berakar dari perbedaan politik, tetapi juga mengandung unsur rasisme. Ia mengklaim, “Dia menyerang saya karena, sejujurnya, etnis dan agama saya.” Ungkapan ini mencerminkan isu diskriminasi yang sering kali dilanggar oleh para pemimpin dunia ketika terjebak dalam retorika politik yang keras.

Di sisi lain, juru bicara Khan menyatakan, walaupun ada ketegangan, wali kota tetap menyambut baik keinginan Trump untuk berkunjung ke London. Dalam pernyataannya, ia menyatakan bahwa Trump akan melihat “bagaimana keberagaman kita membuat kita lebih kuat, bukan lebih lemah; lebih kaya, bukan lebih miskin.” Pernyataan ini menyoroti pentingnya inklusivitas dan penghargaan terhadap perbedaan di tengah perdebatan politik yang kerap kali memecah belah.

Situasi ini memberi pelajaran bagi masyarakat Indonesia tentang kebangkitan populisme dan tantangan yang dihadapi oleh pemimpin progresif di seluruh dunia. Masyarakat diharapkan dapat memahami dinamika ini dan menyikapinya dengan kritis, mengingat peran politik luar negeri dalam membentuk persepsi dan kebijakan domestik. Dengan demikian, masyarakat di Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisi mereka sebagai pemilih yang cerdas dan berdaya, berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman.