Internasional

Tentara Bayaran Dikaitkan dengan Sejarah Pasukan Gurkha di Indonesia

Avatar photo
3
×

Tentara Bayaran Dikaitkan dengan Sejarah Pasukan Gurkha di Indonesia

Sebarkan artikel ini

Tentara Bayaran Kembali Diperbincangkan: Dampaknya terhadap Masyarakat Indonesia

Isu tentara bayaran mendapatkan kembali perhatian publik setelah kabar tentang Satria Arta Kumbara, seorang mantan marinir TNI Angkatan Laut, yang kembali ke Indonesia setelah bertugas dalam perang di Ukraina. Pengalaman Kumbara menyoroti keberadaan tentara bayaran yang bukanlah fenomena baru, melainkan fenomena yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.

Pasukan Gurkha, salah satu contohnya, telah menjadi bagian integral dari sejarah militer Inggris dan berpengaruh dalam berbagai peristiwa di Indonesia. Diketahui bahwa kelompok yang berasal dari dataran tinggi Nepal ini memiliki reputasi sebagai prajurit yang gagah berani, terampil, dan sangat loyal. Mengusung semboyan “kaphar hunnu bhanda marnu ramro” yang artinya “lebih baik mati ketimbang menjadi pengecut,” kesigapan mereka dalam bertempur membuatnya dihormati oleh kawan dan lawan.

Pasukan Gurkha direkrut oleh Inggris sejak tahun 1814, dengan tujuan awal bertempur melawan Kongsi Dagang Hindia Timur Britania. Selama perang, mereka terus menjadi kekuatan yang andal bagi Inggris, termasuk saat peristiwa penting di Indonesia pada tahun 1945, ketika militer Inggris berusaha melucuti tentara Jepang yang telah kalah. Konfrontasi serupa terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya, di mana pasukan ini kembali terlibat dalam pertikaian. Bahkan, pada tahun 1963, tentara Gurkha dikerahkan lagi ke Kalimantan dalam konfrontasi Dwikora, di mana mereka berhadapan dengan pasukan militer Indonesia.

Dari pertempuran-pertempuran itu, pasukan pejuang Indonesia berhasil menghalau Inggris beserta tentara Gurkha-nya. Sayangnya, tidak semua pertemuan berujung pada kemenangan, seperti yang terjadi di sekitar Ciranjang pada tahun 1946, di mana pasukan Gurkha ditahan oleh warga karena tindakan penjarahan yang mereka lakukan.

Ketika isu tentara bayaran kembali mengemuka, masyarakat Indonesia dihadapkan pada pertanyaan mendalam tentang loyalitas dan pengorbanan. Fenomena ini harus menjadi pelajaran berharga bagi generasi sekarang, untuk memahami sejarah bangsa dan bagaimana pejuang-pejuang di masa lalu berjuang untuk menegakkan kedaulatan. Situasi ini juga mengingatkan kita bahwa meski tentara bayaran dapat terjun ke medan perang untuk mendapatkan imbalan finansial, dampaknya terhadap stabilitas dan keamanan nasional perlu dipertimbangkan dengan serius.

Kisah Satria Kumbara dan tentara bayaran Gurkha harus menjadi cermin bagi masyarakat Indonesia dalam menggali nilai-nilai kebangsaan dan semangat perjuangan. Dalam konteks saat ini, dengan meningkatnya tantangan global, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memahami implikasi dari setiap keputusan, baik di ranah domestik maupun internasional.

Sebagai catatan, pengembalian Kumbara ke tanah air menyiratkan tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam menangani para veteran atau mantan anggota militer yang kembali dari konflik internasional. Bagaimana negara harus menyikapi mereka yang memilih jalan tersebut? Tentu, keterlibatan tentara bayaran harus dicermati tidak hanya dari aspek hukum, tetapi juga dari segi sosial dan moral.

Dengan memahami sejarah dan dinamika tentara bayaran di Indonesia, masyarakat diharapkan bisa lebih kritis dan peka terhadap isu yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara. Mewujudkan kesadaran kolektif ini dapat menjadi langkah awal dalam memperkuat integritas dan identitas bangsa di tengah fenomena global yang terus berkembang.