Berita

Tari Gandrung Banyuwangi: Warisan Budaya Takbenda yang Menggetarkan Hati

Avatar photo
9
×

Tari Gandrung Banyuwangi: Warisan Budaya Takbenda yang Menggetarkan Hati

Sebarkan artikel ini

Banyuwangi Mengukuhkan Tari Gandrung Sebagai Warisan Budaya Takbenda

Banyuwangi kini semakin dikenal sebagai “Kota Gandrung,” di mana Tari Gandrung tidak hanya menjadi simbol budaya daerah tetapi juga mencerminkan semangat dan identitas masyarakat Jawa Timur. Tarian ini, yang telah lama menghiasi kehidupan rakyat Banyuwangi, secara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2013.

Tari Gandrung memiliki akar sejarah yang dalam, dengan makna yang kaya. Kata “gandrung” dalam bahasa Jawa berarti tergila-gila atau mencintai dengan sepenuh hati. Penari perempuan yang membawa tarian ini menyuguhkan pertunjukan yang penuh kegembiraan, mencerminkan pengabdian dan syukur. Tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara, seperti upacara adat, pesta rakyat, serta sebagai ungkapan syukur setelah panen, menunjukkan keterkaitannya yang erat dengan kehidupan masyarakat agraris.

Sejak dahulu, Tari Gandrung telah menjadi bagian integral dari identitas lokal. Dalam berbagai bentuk pertunjukan, baik dalam pagelaran malam maupun festival massal, tarian ini terus bertransformasi. Festival Gandrung Sewu yang melibatkan ribuan penari menjadi salah satu daya tarik wisata yang memikat baik wisatawan domestik maupun internasional.

Dalam sejarahnya, Tari Gandrung diawali oleh penari laki-laki berpakaian perempuan, namun menjelang akhir abad ke-19, pergeseran sosial dan budaya membawa perempuan ke dalam peran utama. Tarian ini kemudian menjadi sarana pemersatu masyarakat, terutama setelah konflik, mengukuhkan Gandrung sebagai simbol kebersamaan.

Pertunjukan Tari Gandrung dibagi dalam tiga bagian, masing-masing memiliki makna yang dalam: Jejer, di mana penari memperkenalkan tema; Maju/Paju, dilakukan secara interaktif dengan penonton; dan Seblang Subuh, yang menutup pertunjukan dengan nuansa spiritual dan sakral. Hal ini menunjukkan bahwa Gandrung tidak hanya sekedar atraksi seni, tetapi juga sarana penyucian dan penyembuhan.

Busana penari turut memperkaya pengalaman visual, dengan perpaduan antara ornamen lokal dan simbol status seni. Dengan kostum yang meliputi baju beludru, kain batik, dan hiasan kepala yang megah, penari Gandrung tampil anggun. Musik yang mengiringi pertunjukan, yang memadukan gamelan dan instrumen tradisional, semakin menambah daya tarik tarian ini.

Dengan pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda, Tari Gandrung bukan hanya kebanggaan Banyuwangi, tetapi juga pusaka nasional yang perlu dijaga. Melestarikan Gandrung berarti merawat identitas dan sejarah masyarakat di Ujung Timur Jawa. Ini menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk menghargai budaya lokal, menunjukkan bahwa tradisi mampu bertransformasi dan bersaing di panggung global.

Sebagai simbol ketahanan budaya, Tari Gandrung mengingatkan kita akan pentingnya menjaga warisan yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat Banyuwangi dan Indonesia pada umumnya diharapkan terus mendukung pelestarian budaya ini agar tetap hidup dan relevan bagi generasi selanjutnya.