Skandal Nikah Siri Anggota DPRD Blitar Memicu Pertemuan Kontroversial
Blitar – Skandal nikah siri yang melibatkan salah satu anggota DPRD Kabupaten Blitar semakin mengemuka. Terungkap, telah terjadi pertemuan tidak resmi (gelap) antara Badan Kehormatan (BK) DPRD dan terlapor sebelum rekomendasi investigasi dikeluarkan, yang memicu keprihatinan akan transparansi dan objektivitas proses hukum yang sedang dijalani.
Pertemuan tersebut berlangsung pada Minggu, 28 September 2025, di luar jam kerja, dengan melibatkan Ketua BK, Anik Wahjuningsih, serta dua anggota lainnya dan terlapor dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Keberadaan pertemuan ini menimbulkan tanda tanya di kalangan pimpinan DPRD Blitar. Wakil Ketua DPRD, M Rifai, menyatakan bahwa harus ada penjelasan dari Ketua BK terkait diskusi yang terjadi sebelum rekomendasi resmi diteruskan kepada pimpinan DPRD.
“Pertemuan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, terutama sebelum rekomendasi disampaikan. Ini menimbulkan keraguan akan integritas keputusan yang diambil,” kata Rifai pada Sabtu (4/10).
Rifai mencatat bahwa pertemuan ini berlangsung di tempat umum, yang lebih mencurigakan, serta mempertanyakan mengapa BK memilih untuk melakukan pertemuan di luar kantor. Ia menekankan bahwa hal ini berpotensi merusak reputasi pertama BK dan DPRD itu sendiri. Pihak DPRD juga berencana memanggil BK untuk meminta klarifikasi sebelum rapat pimpinan berlangsung.
Setelah pertemuan itu terungkap, BK DPRD langsung mengirimkan rekomendasi kepada pimpinan dewan. Rifai mengakui telah menerima rekomendasi tersebut namun belum dapat memberikan detail sebelum rapat pimpinan diadakan, direncanakan pada minggu depan. Rekomendasi tersebut nantinya akan diserahkan kepada partai PDIP, yang bertanggung jawab untuk memberikan sanksi kepada anggotanya yang terlibat.
“Sanksi akan ditentukan berdasarkan hasil rapat pimpinan,” tambah Rifai.
Di sisi lain, Khoirul Anam, kuasa hukum pelapor, menyuarakan keprihatinan atas dugaan adanya permainan dalam penyelesaian kasus ini. Ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut menunjukkan adanya potensi kolusi yang bisa mencederai proses keadilan.
“Seharusnya tidak ada pertemuan seperti itu. Ini sama seperti hakim yang tidak boleh bertemu dengan pihak yang sedang berperkara,” jelas Khoirul Anam pada Selasa (30/9). Ia menegaskan bahwa pertemuan ini melanggar prinsip keadilan, terutama menjelang dikeluarkannya rekomendasi.
Sementara itu, Ketua BK DPRD Kabupaten Blitar, Anik Wahjuningsih, tidak memberikan tanggapan saat dihubungi terkait pertemuan tersebut, meski nomor WhatsApp-nya aktif. Sebelumnya, Anik menyatakan bahwa proses mediasi antara pelapor dan terlapor telah selesai, dan rekomendasi siap disusun.
Skandal ini tentunya menggugah perhatian masyarakat Blitar akan efektivitas dan transparansi lembaga legislatif dalam menangani pelanggaran, terutama yang melibatkan anggota dewan. Kejadian ini bukan hanya menjadi peringatan bagi anggota DPRD, tetapi juga bagi seluruh pihak terkait untuk menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya demi kepentingan publik.