Krisis Peradaban: Peringatan Susilo Bambang Yudhoyono untuk Dunia
Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengungkapkan keprihatinannya terhadap krisis besar yang melanda peradaban modern dunia, terutama terkait hilangnya nilai kemanusiaan dan melemahnya solidaritas global. Dalam pidato yang berjudul “World Disorder and the Future of Our Civilisation”, SBY menyoroti tragedi kemanusiaan di Gaza sebagai gambaran nyata dari kegagalan dunia internasional dalam menjaga nurani peradaban.
Dalam konteks saat ini, konflik di Gaza telah menjadi isu yang sangat relevan bagi masyarakat Indonesia. SBY menegaskan bahwa “peradaban tanpa nilai kini menjadi kenyataan.” Keadaan ini mencolok saat demokrasi, yang seharusnya menegakkan keadilan dan kebenaran, justru terjerumus menjadi alat kepentingan politik sempit. “Pemimpin populis kini lebih mementingkan elektabilitas jangka pendek, sedangkan politik identitas semakin menguat,” ungkap SBY.
Erosi solidaritas global juga menjadi sorotan utama. Negara-negara yang seharusnya bersatu dalam menghadapi penderitaan manusia malah terpecah oleh kepentingan politik dan ekonomi. “Tragedi di Gaza, yang menewaskan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak, menjadi cermin krisis solidaritas global. Penderitaan manusia terabaikan karena politik dan diplomasi gagal menjawabnya,” tegasnya. Pernyataan ini relevan bagi masyarakat Indonesia, di mana solidaritas antarwarga sering kali diuji dalam berbagai aspek kehidupan.
SBY dengan tegas memperingatkan bahwa jika kondisi ini tidak segera diatasi, peradaban dunia dapat mengalami kelumpuhan total. “Kita menghadapi potensi kelumpuhan sistem yang lebih luas jika situasi ini dibiarkan,” ujarnya. Ia menggambarkan kondisi global saat ini sebagai “world disorder,” di mana berbagai krisis sektoral saling terkait dan memperburuk satu sama lain.
Lebih jauh, SBY menyoroti penggunaan teknologi oleh negara-negara otoriter untuk memperkuat pengawasan terhadap warganya. “Fakta bisa dibengkokkan, dan pelanggaran hak asasi manusia, seperti blokade bantuan kemanusiaan ke Palestina, sering kali disamarkan melalui manipulasi informasi,” jelasnya. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam menyampaikan informasi, terutama di era di mana media sosial dan teknologi informasi memainkan peran penting dalam membentuk opini publik.
Di akhir pidatonya, SBY menyerukan agar komunitas internasional tidak lagi menutup mata terhadap penderitaan yang terjadi di berbagai belahan dunia. “Dunia harus kembali pada nilai-nilai dasar kemanusiaan dan keadilan, serta menempatkan perdamaian sebagai prioritas utama,” tandasnya.
Bagi masyarakat Indonesia, refleksi dari pidato SBY ini menggugah kesadaran akan pentingnya solidaritas lokal dan global. Dalam menghadapi berbagai tantangan, baik itu sosial, politik, maupun ekonomi, masyarakat diharapkan tidak hanya bersikap pasif, tetapi juga aktif berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, diharapkan kita dapat menjaga peradaban yang lebih beradab dan berkeadilan.