Kontroversi Kunjungan Kuil Yasukuni oleh Sanae Takaichi Menjadi Sorotan Publik
Jakarta, CNN Indonesia — Sanae Takaichi, yang baru terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang, menghadapi kecaman publik setelah mengunjungi Kuil Yasukuni pada Agustus lalu. Kuil yang dianggap sebagai simbol kontroversial ini didirikan untuk menghormati para pahlawan yang tewas dalam Perang Dunia II, namun juga mengingatkan pada 14 tokoh yang diakui sebagai Penjahat Perang Kelas A yang diabadikan di sana sejak 1978, seperti dilaporkan Japan Forward.
Kunjungan Takaichi dilakukan pada 15 Agustus untuk memperingati hari kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Saat itu, ia hadir dengan mengenakan pakaian serba hitam dan sepatu heels yang gelap. Selain Takaichi, sejumlah pejabat Jepang lainnya, termasuk Menteri Perikanan, Kehutanan, dan Pertanian Shinjiro Koizumi, juga mengambil bagian dalam ritual tersebut.
Dalam sebuah wawancara video yang diunggah oleh media Asian Dawn, Takaichi menjelaskan tujuan kunjungannya adalah untuk menunjukkan penghormatan kepada para pahlawan Jepang. “Saya datang ke sini semata-mata untuk menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada mereka yang gugur demi melindungi Jepang,” ungkap Takaichi.
Pernyataan tersebut menuai reaksi negatif dari masyarakat, baik di Jepang maupun negara-negara tetangga. Salah satu pengguna media sosial mempertanyakan sikap Takaichi dengan menulis, “Apakah warga Jepang tak malu memiliki perwakilan seperti dia?” Seruan ini dikritik oleh banyak netizen yang melihat pandangan Takaichi sebagai berbahaya. “Dia mempertimbangkan pelaku kejahatan perang sebagai pelindung Jepang. Perempuan yang berbahaya,” cetus salah satu komentar.
Kunjungan Takaichi ke Kuil Yasukuni tidak hanya menjadi sorotan di Jepang, tetapi juga mengundang kritik tajam dari warga Malaysia. Pada minggu lalu, ia juga mengunjungi Pemakaman Jepang Kuala Lumpur selama konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN. Kritikan dialamatkan kepada Takaichi karena dianggap tidak peka terhadap trauma sejarah yang dialami rakyat Malaysia akibat pendudukan Jepang pada periode 1941 hingga 1945.
Selama masa penjajahan tersebut, berbagai kekejaman dilaporkan terjadi, termasuk kelaparan, penyiksaan, dan pembunuhan massal. Meskipun tidak ada data pasti mengenai jumlah korban jiwa di Malaysia, keluarga yang terkena dampak mengingatkan bahwa angka tersebut bisa mencapai puluhan ribu.
Banyak pihak memandang kunjungan Takaichi sebagai langkah kontroversial yang janggal, terutama di tengah hubungan diplomatik yang sensitif dengan negara-negara seperti China dan Korea Selatan, yang juga menganggap Yasukuni sebagai simbol agresi Jepang.
Sebagai Perdana Menteri, keputusan Takaichi untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana ia akan mengelola hubungan diplomatik Jepang dengan negara tetangga serta bagaimana ia akan menghadapi kritik dari dalam dan luar negeri. Dalam konteks sejarah, sikap dan tindakan pemimpin negara dapat menciptakan dampak yang signifikan terhadap hubungan bilateral dan persepsi publik terhadap warisan sejarah yang kompleks.
Dengan demikian, langkah Takaichi menunjukkan tantangan yang dihadapi Jepang dalam menghadapi masa lalu dan menjaga keseimbangan dalam kebijakan luar negeri yang sensitif. Ini adalah isu yang tidak hanya berdampak pada politik domestik, tetapi juga pada citra Jepang di kancah internasional.







