Waspada Tsunami: Pentingnya Literasi Kebencanaan bagi Masyarakat
Surabaya – Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di jalur Cincin Api Pasifik, memiliki risiko tinggi terhadap bencana tsunami. Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Amien Widodo, mengingatkan agar masyarakat tidak menganggap remeh potensi tsunami yang bisa mengguncang wilayah mereka.
Amien mengutip pengalaman tsunani Aceh yang dahsyat, yang dampaknya mencapai Sri Lanka dan bahkan Afrika, hingga jarak 1.500 kilometer. “Tsunami yang terjadi di Kamchatka, Rusia, bisa sampai ke Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami tsunami demi keselamatan bersama,” tegasnya.
Keberadaan Indonesia di jantung interaksi tiga lempeng besar dunia—Indo-Australia, Euro-Asia, dan Pasifik—menempatkan negara ini dalam posisi rawan gempa dan tsunami. Amien menjelaskan bahwa pergerakan lempeng lempeng ini, yang berkisar 7 cm per tahun, menyebabkan terjadinya gempa-gempa besar secara berkala.
Satu titik kritis dalam perbincangan ini adalah zona tumbukan antara Lempeng Samudera Hindia-Australia dan Lempeng Benua Eurasia yang terletak sekitar 300 km dari pantai selatan Jawa. Tumbukan ini membentuk palung Jawa yang melintasi 5.600 km dari Kepulauan Andaman hingga Sumba, yang berpotensi memicu gempa dengan dampak yang sangat besar.
Di tengah ancaman bencana, Amien menyoroti bahwa faktor manusia memegang peranan signifikan dalam mengurangi korban. “Gempa tidak pernah membunuh, tetapi ketidaktahuan dan ketidakmahan masyarakat bisa berakibat fatal,” jelasnya. Banyak masyarakat yang kurang siap dan tidak tanggap saat bencana melanda, sehingga merugikan diri sendiri dan sekitar.
Kondisi sosial dan ekonomi yang menekan juga menjadi penghalang bagi peningkatan kesiapsiagaan. Rasa kawatir dapat menyebabkan masyarakat mudah terpengaruh oleh berita bohong, menambah ketidakpastian saat bencana terjadi. Sementara itu, ketidakmahan terhadap mitigasi kebencanaan semakin memperburuk situasi. Amien mengingatkan, saat gempa tanah terjadi, kemungkinan timbulnya longsor, likuifaksi, dan tsunami semakin tinggi jika masyarakat tidak paham cara mencegah dan meresponsnya.
Oleh karena itu, literasi kebencanaan menjadi sangat penting. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan tsunami perlu diberikan pemahaman tentang langkah yang harus diambil saat bencana datang. “Semakin awal masyarakat dilatih dan paham, semakin besar peluang untuk selamat dan bisa membantu yang lain,” imbuh Amien.
Dia juga menegaskan pentingnya komunikasi yang efektif dalam penyebaran informasi terkait kebencanaan. Kegiatan literasi kebencanaan harus dirancang dalam bentuk yang mudah dipahami, menjangkau hingga pelosok, dan menjadi bagian dari budaya setempat.
Dalam konteks Indonesia, upaya membangun kesadaran dan pengetahuan bencana perlu dilakukan secara konsisten, baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan sosial. Pemerintah dan lembaga terkait harus memastikan bahwa informasi ini dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga saat bencana terjadi, tidak ada lagi korban jiwa akibat ketidaktahuan.
Masyarakat Indonesia harus berani bersikap proaktif dalam kesiapsiagaan bencana. Dengan pengetahuan yang tepat dan kesiapan yang baik, dampak tsunami dapat diminimalkan, dan banyak nyawa dapat diselamatkan.