Internasional

Pemerintah AS Kembali Lakukan Penyitaan Aset untuk Perangi Kejahatan Terorganisir

Avatar photo
1
×

Pemerintah AS Kembali Lakukan Penyitaan Aset untuk Perangi Kejahatan Terorganisir

Sebarkan artikel ini

Pengambilalihan Aset Kriminal: Sejarah Praktik Penegakan Hukum di Amerika Serikat

Jakarta, CNN Indonesia — Pengambilalihan aset oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap pelaku kejahatan telah menjadi bagian penting dari sejarah penegakan hukum, yang dimulai sejak peristiwa perang Amerika-Spanyol pada tahun 1898 dan berlanjut ke era larangan perdagangan alkohol antara Januari 1920 hingga Desember 1933. Pada masa ini, penyelundupan menjadi fenomena yang meluas.

Istilah “bootlegging” muncul sebagai deskripsi bagi tindakan kriminal yang berhubungan dengan produksi, pengangkutan, dan perdagangan alkohol selama Era Larangan. Istilah ini berasal dari praktik menyembunyikan alkohol di dalam sepatu bot, yang dilakukan oleh mereka yang mencoba menghindari penegakan hukum. Para pendukung larangan tersebut bertujuan untuk mengakhiri konsumsi alkohol yang dinilai merusak kehidupan banyak keluarga. Namun, larangan itu pada kenyataannya tidak berhasil dan justru memicu korupsi serta kegiatan kriminal yang merajalela.

Melalui Amandemen ke-18, pemerintah mulai mengambil langkah nyata dengan menyita aset para penyelundup, umumnya terdiri dari para gangster yang menjalani kehidupan mewah. Menurut sumber dari Foundation for Economic Education (FEE), saat dihadapkan di pengadilan, banyak bos miras yang tidak dihukum secara serius karena rekan-rekan mereka tidak berani menjatuhkan hukuman yang berat. Kejadian ini menciptakan situasi yang menguntungkan bagi para pelanggar hukum, di mana banyak warga yang “terhormat” juga terlibat dalam pelanggaran tersebut, menciptakan simpati terhadap para terdakwa.

Dalam upaya menegakkan hukum, aparat penegak hukum mulai merespons dengan cara kreatif. Mereka mulai menyita senjata besar dan kendaraan mewah yang dimiliki oleh para mafia bahkan sebelum mereka diadili. Tujuannya adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam pertempuran melawan para penyelundup. Namun, meskipun tindakan ini diambil, upaya tersebut terbukti tidak cukup efektif untuk menghentikan aktivitas penyelundupan yang terus berlangsung.

Bertahun-tahun kemudian, praktik penyitaan aset dilanjutkan untuk memberantas kejahatan terorganisir. Boss mafia yang memiliki kekuasaan besar dan kendali di “yurisdiksi” tidak resmi mereka menjadi semakin sulit untuk diberantas. Meskipun pemerintah kadang berhasil menghukum pelanggar dengan kasus yang lebih ringan, seperti penggelapan pajak, banyak dari mereka kembali ke kegiatan ilegal setelah menjalani hukuman.

Rasa tidak berdaya dan frustrasi di kalangan aparat penegak hukum semakin meningkat. Sebagai bagian dari upaya merespon situasi ini, pemerintah AS memperkenalkan undang-undang terbaru mengenai perampasan aset. Pada tahun 1970, lahirlah Undang-Undang Pemerasan, Pengaruh, dan Organisasi Korup (RICO). Undang-undang ini ditujukan khusus kepada para bos kejahatan kaya, dengan tujuan untuk meluaskan cakupan perampasan aset.

Jaksa G. Robert Blakey, yang pernah bekerja di bawah Jaksa Agung Robert Kennedy, berperan penting dalam merancang undang-undang baru ini. Melalui konsep “perampasan kriminal”, pihak berwenang kini dapat menyita keuntungan yang diperoleh secara ilegal oleh pelaku kejahatan yang dihukum.

Dengan perluasan ciptaan hukum seperti ini, penegakan hukum berharap dapat lebih efektif dalam memberantas kejahatan terorganisir dan mengacaukan jaringan kriminal yang telah berakar dalam masyarakat. Tindakan ini menunjukkan komitmen pemerintah AS untuk terus berupaya mengurangi pengaruh dan kekuatan pelaku kejahatan, serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.