Internasional

Pembantaian Massal di El-Fasher, Sudan: 2.000 Korban Tewas akibat Serangan RSF

Avatar photo
6
×

Pembantaian Massal di El-Fasher, Sudan: 2.000 Korban Tewas akibat Serangan RSF

Sebarkan artikel ini

Lebih dari 2.000 Orang Diduga Tewas dalam Pembantaian Massal di El-Fasher, Sudan

Jakarta, CNN Indonesia – Pembantaian massal di Kota El-Fasher, Sudan barat, telah mengakibatkan lebih dari 2.000 orang diduga tewas sejak daerah tersebut direbut oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada 26 Oktober 2023. El-Fasher, yang merupakan ibu kota negara bagian Darfur Utara, jatuh ke tangan RSF setelah 18 bulan dikepung, selama mana kelompok paramiliter ini memblokir pasokan makanan dan kebutuhan pokok bagi ratusan ribu warga sipil yang terjebak di dalam kota.

Menurut Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), tindakan brutal RSF dalam pembantaian tersebut telah menyebabkan sekitar 2.000 korban jiwa. Sementara Jaringan Dokter Sudan memperkirakan jumlah korban tewas sebanyak 1.500 orang. Satu video yang telah diverifikasi oleh lembaga Sanad menunjukkan aksi kekejaman pasukan RSF yang mengeksekusi dan menyiksa warga sipil, bahkan mereka sering kali merekam aksi brutal ini.

Sebagai tanggapan terhadap situasi tersebut, Komandan SAF, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengumumkan penarikan pasukannya dari El-Fasher pada 27 Oktober 2023. Dalam pernyataannya, al-Burhan mengklaim penarikan tersebut bertujuan untuk melindungi warga dari “penghancuran sistemik dan pembunuhan sistemik” yang dilakukan oleh RSF. “Kami bertekad untuk membalas dendam atas apa yang terjadi pada rakyat kami di El-Fasher,” tegas al-Burhan.

Sementara itu, pemimpin RSF, Mohammed Hamdan “Hemedti” Dagalo, mengeklaim bahwa pihaknya berkomitmen untuk “menyatukan Sudan” di bawah prinsip demokrasi sejati. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan menuntut pertanggungjawaban dari siapa pun yang terlibat dalam kejahatan terhadap warga sipil.

Laporan dari kelompok medis dan organisasi hak asasi manusia menunjukkan bahwa RSF telah melakukan pembunuhan massal, penahanan warga sipil, serta penyerangan terhadap rumah sakit. Situasi di lapangan semakin memprihatinkan, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan lebih dari 26.000 pengungsi telah meninggalkan El-Fasher dalam dua hari terakhir menuju Tawila, yang berjarak sekitar 70 kilometer. Diperkirakan sekitar 177.000 warga sipil kini masih terjebak di dalam kota.

RSF, yang sebelumnya dikenal sebagai “Janjaweed,” adalah kelompok bersenjata suku nomaden yang didirikan untuk mendukung rezim Presiden Omar al-Bashir selama Perang Darfur yang dimulai pada 2003. Janjaweed dituduh menargetkan suku-suku yang memberontak dan perpetuating kekerasan, dengan jumlah korban jiwa diperkirakan mencapai antara 100.000 hingga 300.000 orang. Pada tahun 2013, al-Bashir resmi membentuk Janjaweed menjadi RSF dengan angkatan sekitar 100.000 personel.

Setelah menggulingkan al-Bashir pada tahun 2019, RSF bersekutu dengan SAF untuk menggulingkan Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok dalam sebuah kudeta pada tahun 2021, yang mengakhiri pemerintahan transisi sipil-militer. Namun, ketegangan antara Hemedti dan al-Burhan meningkat terkait masalah integrasi RSF ke dalam SAF dan siapa yang akan memimpin, yang kemudian memicu konflik bersenjata sejak 15 April 2023.

Keberlanjutan konflik ini menunjukkan tantangan yang serius bagi stabilitas Sudan serta kekhawatiran mendalam mengenai keselamatan dan kesejahteraan ratusan ribu warga sipil yang terjebak dalam kekisruhan ini.