Paul Biya Terpilih Kembali Sebagai Presiden Kamerun, Memimpin Hingga 2032
Jakarta, CNN Indonesia – Paul Biya (92 tahun) kembali mengukuhkan posisinya sebagai Presiden Kamerun untuk periode kedelapan setelah memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) dengan perolehan suara 53,7%. Lawannya, mantan Menteri Pemerintahan Issa Tchiroma Bakery, hanya meraih 35,2% suara. Pengumuman resmi tersebut disampaikan oleh Presiden Dewan Konstitusi Kamerun, Clement Atangana, pada Senin (27/10).
Kemenangan Biya diumumkan setelah ia menolak klaim Tchiroma yang mengaku memenangkan pemilihan dengan perolehan 54% suara, dua hari pascapemungutan suara yang berlangsung pada 12 Oktober. Menanggapi klaim tersebut, Tchiroma menyerukan kepada pendukungnya untuk menggelar unjuk rasa guna mempertahankan klaim kemenangan. Namun, demonstrasi tersebut berujung pada kerusuhan, di mana bentrokan antara pasukan keamanan dan demonstran terjadi, yang mengakibatkan empat korban jiwa dan beberapa orang terluka akibat penggunaan gas air mata dan peluru oleh pihak keamanan.
Keberhasilan Biya untuk tetap di kursi kepresidenan bukanlah hal baru. Ia telah memimpin Kamerun sejak 1982, menjadikannya salah satu pemimpin tertua di dunia yang masih menjabat. Sebelumnya, pada 2008, Biya melakukan amandemen konstitusi yang menghapus batasan masa jabatan presiden, membuka jalan untuk kepemimpinan yang tidak terbatas. Di bawah kepemimpinannya, Kamerun menghadapi berbagai tantangan serius, termasuk masalah korupsi dan konflik separatis di wilayah barat negara tersebut.
Biya dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang otoriter, menggunakan kekuasaan untuk mengekang kritik dan menindas lawan politik. Dalam konteks ini, banyak pengamat dan analis sudah memperkirakan kemenangan Biya dalam pemilu kali ini, mengingat kekuasaan dan pengaruh yang selama ini ia miliki.
Kembali terpilihnya Biya untuk masa jabatan baru mengindikasikan berlanjutnya kebijakan-kebijakan yang telah ia jalankan, meskipun ada berbagai protes dari masyarakat mengenai keadaan politik dan sosial di Kamerun. Sejumlah pihak menilai bahwa pemilu kali ini tidak sepenuhnya berjalan adil, dan kritik terhadap pemerintahannya diperkirakan akan semakin menguat, seiring dengan adanya demonstrasi yang mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan.
Dalam situasi ini, dukungan masyarakat kepada Tchiroma dan desakan untuk perubahan menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk reformasi dalam struktur politik Kamerun. Implementasi kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat menjadi harapan yang berkembang di tengah-tengah krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan Biya.
Dengan masa jabatan yang diperpanjang ini, masyarakat internasional tetap mengawasi perkembangan situasi politik di Kamerun, berharap adanya evolusi positif ke depan dalam pemerintahan serta kesejahteraan rakyatnya. Sementara Biya berencana untuk menjalankan kepemimpinan hingga tahun 2032, tantangan besar masih menanti, baik dari dalam negeri maupun pengamat global, terkait legitimasi dan efektivitas pemerintahannya.






