Nasional

Panwascam Pakal Diduga Manipulasi Dana Sosialisasi Pilkada 2024

Avatar photo
14
×

Panwascam Pakal Diduga Manipulasi Dana Sosialisasi Pilkada 2024

Sebarkan artikel ini

Panwascam Pakal Disorot Dugaan Manipulasi Dana Sosialisasi Pilkada 2024: Transparansi Jadi Pertanyaan

Surabaya, Sebuah pertemuan sosialisasi Pilkada 2024 yang digelar oleh Panwascam Pakal di Balai RT 7 RW 5 Dukuh Langkir, Kelurahan Babat Jerawat, Kecamatan Pakal, Surabaya, menyisakan tanda tanya besar. Acara yang seharusnya menjadi momen penting untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat ini justru diwarnai dugaan ketidakwajaran pengelolaan dana, terutama terkait alokasi konsumsi dan uang saku peserta. Diduga, praktik manipulasi dana ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pengawas pemilu lokal.

Dalam kegiatan yang berlangsung pada 30 Oktober 2024 tersebut, sejumlah peserta mempertanyakan ketidaksesuaian antara anggaran yang dialokasikan dan kenyataan yang mereka terima. Berdasarkan anggaran resmi, setiap peserta harus mendapatkan konsumsi senilai Rp 40.000. Namun, faktanya, konsumsi yang disediakan hanya berupa nasi kotak seharga sekitar Rp 10.000 hingga Rp 12.000, ditambah sepotong roti Yusuf seharga Rp 3.000–Rp 3.500 dan gelas air mineral sekitar Rp 1.000–Rp 1.500. Jika dijumlahkan, total nilai konsumsi per peserta hanya berkisar Rp 14.000–Rp 17.000, jauh dari angka yang dijanjikan. Sisa dana sekitar Rp 23.000–Rp 26.000 per orang pun menjadi pertanyaan besar: ke mana perginya dana tersebut?

Selain itu, isu lain yang mencuat adalah soal uang saku peserta. Janji awal menyebutkan bahwa setiap peserta akan menerima uang saku sebesar Rp 50.000. Namun, praktik di lapangan menunjukkan bahwa uang saku hanya diberikan kepada peserta yang hadir dan tercatat di absensi, serta tetap berada di lokasi saat dipanggil. Peserta yang meninggalkan lokasi sebelum dipanggil tidak mendapatkan uang tersebut. Situasi ini memunculkan dugaan bahwa dana yang seharusnya diberikan kepada peserta yang meninggalkan acara menghilang atau dialihkan tanpa kejelasan. Jika dari total 50 peserta, sekitar 20 orang meninggalkan acara lebih awal, pertanyaan pun mengemuka: ke mana dana uang saku untuk peserta yang tidak hadir saat pemanggilan?

Reaksi dari peserta pun beragam. Beberapa menilai praktik ini menunjukkan adanya ketidaktransparanan dan potensi manipulasi dana yang harus diusut tuntas. Mereka mendesak agar Panwascam memberikan penjelasan terbuka mengenai penggunaan dana, serta memperbaiki tata kelola agar tidak terulang kembali. “Kita tidak boleh diam jika ada indikasi praktik tidak jujur dalam pengelolaan dana publik. Ini menyangkut integritas lembaga dan kepercayaan masyarakat,” tegas salah satu peserta yang enggan disebut namanya.

Pengamat pun menilai kasus ini sebagai sinyal bahaya. Jika dibiarkan, praktik manipulasi dana seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi kepercayaan masyarakat terhadap institusi pengawas pemilu. Mereka mendesak pihak berwenang, termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kepolisian, melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan Panwascam. Pengawasan yang ketat dan transparan diharapkan mampu mencegah praktik serupa terulang di masa mendatang.

Kasus ini memperlihatkan tantangan besar dalam menjaga integritas lembaga pengawas pemilu di tingkat lokal. Ke depan, diperlukan reformasi tata kelola anggaran agar penggunaan dana publik benar-benar sesuai aturan dan akuntabel. Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan dan kepercayaan bahwa dana yang mereka percayakan digunakan secara transparan dan bertanggung jawab. Jika tidak, citra lembaga pengawas yang selama ini diharapkan mampu menjaga demokrasi bisa tercoreng oleh praktik manipulatif semacam ini.