Nyamuk Pertama Kali Ditemukan di Islandia, Ancaman Baru bagi Lingkungan?
Jakarta – Untuk pertama kalinya dalam sejarah, spesies nyamuk berhasil ditemukan di Islandia, sebuah negara yang dikenal dengan iklim dinginnya. Temuan ini diungkap oleh lembaga penyiaran nasional Islandia pada Senin (20/10), mengabarkan bahwa tiga spesimen nyamuk telah ditemukan di Kjos, sebuah daerah lembah pedesaan dekat Hvalfjordur.
Penemuan ini pertama kali dipublikasikan oleh pengamat serangga lokal, Bjorn Hjaltason, melalui grup Facebook “Skordyr a Islandi” atau Serangga di Islandia. Setelah ditemukan, sampel-sampel nyamuk tersebut dibawa ke Institut Sejarah Alam Islandia untuk dianalisis. Ahli entomologi, Matthias Alfredsson, memastikan bahwa hewan tersebut adalah nyamuk, dan ini menjadi tonggak sejarah baru bagi ekosistem Islandia.
Spesies nyamuk yang ditemukan tersebut adalah Culiseta annulata, yang dikenal sebagai jenis nyamuk tahan dingin yang umum di Eropa utara. “Kemungkinan besar nyamuk ini akan menetap di sini,” kata Matthias seperti dikutip dari Anadolu Agency. Ia juga menambahkan, nyamuk cenderung mencari tempat berlindung untuk menghangatkan diri selama musim dingin, seperti di dalam gudang atau kandang ternak.
Para ilmuwan telah memperkirakan bahwa dengan perubahan iklim yang berlangsung, nyamuk akan mulai berkembang biak di Islandia, sebuah negara Nordik dengan rata-rata suhu sebesar 1,8 derajat Celsius. Perubahan iklim diharapkan akan memperluas jangkauan hewan berdarah dingin, termasuk nyamuk, ke wilayah yang sebelumnya dianggap tidak ramah bagi mereka.
Nyamuk, yang selama ini dikenal sebagai hewan yang lebih suka hidup di daerah yang hangat atau tropis, umumnya dapat ditemukan di area dengan suhu di atas 28 derajat Celsius. Suhu di bawah 10 derajat Celsius biasanya mematikan bagi mereka. Sebagai hewan berdarah dingin, nyamuk betina dewasa dari beberapa spesies diketahui berhibernasi, mencari liang yang aman untuk bertahan hidup selama musim dingin. Nyamuk juga memiliki cara bertahan yang unik; sebagian dari mereka akan bertelur di air yang membeku, dan telur-telur ini dapat bertahan hingga suhu menghangat kembali.
Umur rata-rata nyamuk adalah kurang dari dua bulan, tetapi nyamuk betina yang berhibernasi dapat hidup hingga enam bulan. Penemuan ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang potensi dampak lingkungan, terutama mengingat bahwa keberadaan nyamuk bisa mempengaruhi ekosistem lokal.
Diskusi mengenai adaptasi spesies ini di Islandia perlu terus diupayakan, terutama dalam konteks perubahan iklim yang semakin nyata. Peneliti dan warga setempat diharapkan dapat bekerja sama untuk memantau dan mengantisipasi kemungkinan dampak dari kehadiran spesies ini di masa depan.
Dengan penemuan ini, Islandia secara resmi bergabung dengan negara-negara lain di Eropa yang telah lama menjadi habitat bagi berbagai spesies nyamuk, meskipun perubahan suhu yang terjadi tetap menjadi perhatian utama bagi para ahli lingkungan.








