Netanyahu Ubah Rute Penerbangan ke New York untuk Hindari Penangkapan di Negara Anggota ICC
Jakarta, CNN Indonesia — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk mengubah rute penerbangannya menuju New York menjelang pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) yang dijadwalkan pada Jumat, 26 September 2024. Langkah ini diambil setelah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya, menjadikannya sebagai buronan.
Berdasarkan pelacakan penerbangan yang dilakukan oleh FlightRadar24, pesawat Netanyahu terlihat melintasi Yunani dan Italia sebelum mengubah arah menuju Selat Gibraltar dan melanjutkan penerbangan ke Atlantik. Sebelumnya, rute yang biasanya ditempuh oleh Netanyahu adalah melewati Prancis, yang juga merupakan anggota ICC, setelah Yunani dan Italia. Terlihat bahwa Netanyahu sengaja menghindari wilayah udara Spanyol dan Portugal saat melewati Selat Gibraltar.
Media Israel mengonfirmasi bahwa perubahan rute ini dilakukan untuk menjauhi negara-negara yang meratifikasi Statuta Roma ICC, yang berpotensi menangkapnya jika terjadi pendaratan darurat. Pada 21 November 2024, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant. Keduanya dituduh melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, serta penggunaan kelaparan sebagai senjata terhadap rakyat Gaza.
Sejumlah negara anggota ICC, termasuk Prancis, Portugal, dan Spanyol, telah menyatakan siap menangkap Netanyahu jika ia memasuki wilayah mereka. Ketiga negara tersebut, yang baru-baru ini mengakui keberadaan negara Palestina, tidak menyembunyikan sikap mereka terhadap Israel. Pengakuan dari Prancis dan Portugal terhadap Palestina mendapat respons keras dari pihak Israel.
Meskipun demikian, Prancis sebelumnya telah memberikan izin bagi Netanyahu untuk melintasi wilayah udaranya dalam perjalanan menuju New York, seperti yang disampaikan oleh seorang diplomat Prancis kepada AFP. Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam hubungan diplomatik di tengah situasi yang mencekam.
Perubahan rute penerbangan ini tidak hanya berimplikasi bagi Netanyahu, tetapi juga menggambarkan ketegangan yang terus berlangsung antara Israel dan Palestina, serta bagaimana intervensi internasional berperan dalam konflik ini. Keberadaan surat perintah penangkapan tersebut menjadi bukti bahwa isu kejahatan perang dan hak asasi manusia yang terkait dengan konflik di Gaza terus menjadi perhatian utama bagi masyarakat internasional.
Sebagai pemimpin negara yang selama ini terlibat dalam berbagai kontroversi, langkah Netanyahu ini menunjukkan upaya untuk menghindari konsekuensi hukum yang dapat dihadapinya di hadapan ICC. Dengan situasi yang terus berkembang, rute penerbangan yang diambil oleh Netanyahu mungkin akan terus menjadi sorotan media dan publik serta menambah ketegangan dalam hubungan diplomatik Israel dengan negara-negara Eropa dan dunia.
Sementara menantikan pidatonya di SMU PBB, Netanyahu kini dihadapkan pada dilema besar: melanjutkan agenda politiknya di panggung internasional sambil tetap terancam oleh latar belakang hukum yang memungkinkannya ditangkap. Pidato tersebut diharapkan dapat memberikan pandangan lebih jelas mengenai posisi Israel dalam konflik yang berkepanjangan dengan Palestina dan tanggapan terhadap tuduhan yang dihadapinya.