Nadiem Makarim Terjerat Kasus Korupsi, Mantan Ketua MK Soroti Arrogansi Pejabat
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook yang merugikan negara hingga Rp1,98 triliun. Penetapan ini mengingatkan para pejabat publik untuk tidak bersikap arogan saat berkuasa, seperti yang diungkapkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, dalam sebuah pernyataan di Jakarta.
Jimly mengingatkan bahwa kekuasaan bersifat sementara dan setiap pejabat harus mendengarkan masukan dari masyarakat. “Jangan merasa sombong ketika berada di puncak kekuasaan. Ini adalah siklus, dan jika Anda tidak mau memperbaiki diri, maka konsekuensinya akan muncul setelah Anda turun,” ungkapnya. Ia menilai bahwa ketidakmampuan Nadiem dalam memimpin kementerian disebabkan oleh kurangnya komunikasi dengan berbagai pihak. Menurut Jimly, dalam lima tahun terakhir, kebijakan pendidikan semakin tidak terarah dan justru diputuskan oleh tim dari luar, yang mengakibatkan mekanisme kerja internal kementerian terganggu.
“Selama ini, kebijakan pendidikan kita malah semakin kacau. Tim yang bekerja bukanlah dari internal kementerian, tetapi justru dari luar, yang menyebabkan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam birokrasi pemerintahan,” jelasnya.
Jimly menegaskan bahwa amanah dalam mengelola birokrasi dan memperhatikan kepentingan publik adalah kewajiban setiap pejabat. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak mengaitkan kasus hukum yang sedang dihadapi oleh Nadiem dengan kepentingan politik. “Hindari spekulasi dan jangan mudah terpengaruh oleh isu-isu yang tidak jelas. Langkah Kejagung harus dipandang secara objektif,” tegas Jimly.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dan kepolisian, menurut Jimly, telah dilakukan berdasarkan alat bukti yang jelas dan memangku tanggung jawab untuk melaksanakan hukum yang berlaku. “Jangan meremehkan kerja penyidik dengan berasumsi berdasarkan spekulasi. Mereka bekerja dengan bukti yang ada,” imbuhnya.
Kasus ini menggugah perhatian publik, terutama bagi masyarakat yang menginginkan transparansi dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Dalam konteks Indonesia, di mana sektor pendidikan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan, penetapan tersangka ini diharapkan menjadi momentum untuk mendorong perbaikan sistem dan mencegah terjadinya praktik korupsi di masa mendatang.
Disisi lain, langkah Kejagung dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka ini menunjukkan keseriusan penegakan hukum terhadap korupsi yang selama ini menjadi momok di kalangan aparatur negara. Dengan kasus ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya pengawasan terhadap pejabat publik serta mengedepankan akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang diambil.
Kasus Nadiem dan latar belakangnya melibatkan kerugian negara yang signifikan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima oleh para pelajar Indonesia. Sangat penting untuk menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran bagi para pemangku kebijakan di masa depan agar mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Sebagai penutup, Jimly berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pejabat publik, agar dapat tidak hanya berfokus pada kekuasaan, tetapi juga menjaga amanah dalam pengelolaan sumber daya negara.