Jakarta – Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022. Namun, kuasa hukumnya, Dodi S. Abdulkadir, menyatakan bahwa penetapan tersebut tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.
Dodi mengemukakan tujuh alasan yang mendasari argumen tersebut. Pertama, penetapan tersangka tidak diiringi dengan hasil audit yang jelas mengenai kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut Dodi, audit merupakan syarat utama untuk menilai kerugian yang harus dibuktikan secara nyata, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Kedua, hasil audit yang dilakukan BPKP dan Inspektorat menunjukkan tidak adanya indikasi kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh tindakan Nadiem. Laporan Keuangan Kemendikbudristek untuk periode 2019-2022 pun memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ketiga, Dodi menegaskan bahwa penetapan tersangka tidak memenuhi syarat minimum dua alat bukti awal dan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Surat penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan, menurut Dodi, dikeluarkan pada tanggal yang sama, yaitu 4 September 2025.
Keempat, Dodi menyebutkan bahwa surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan belum diterima oleh Nadiem. Hal ini, menurutnya, melanggar ketentuan hukum dan bisa membuka peluang untuk penyidikan yang sewenang-wenang.
Kelima, penetapan tersangka didasarkan pada program yang tidak tercantum dalam dokumen resmi, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dodi menilai bahwa tuduhan tersebut terkesan abstrak dan mengabaikan hak Nadiem untuk mengetahui secara jelas apa yang dituduhkan.
Keenam, Dodi mengkritik pencantuman status Nadiem sebagai karyawan swasta dalam surat penetapan, padahal di periode tersebut Nadiem menjabat sebagai menteri. Ketujuh, Dodi menekankan bahwa Nadiem memiliki identitas dan domisili yang jelas, serta selama ini bersikap kooperatif dan tidak memiliki kemungkinan untuk melarikan diri.
Dodi menambahkan bahwa penahanan Nadiem tidak sah karena alasan-alasan yang digunakan untuk menahannya tidak dapat dibuktikan dengan objektif. “Fakta-fakta ini penting agar masyarakat mengetahui bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan adil dan transparan,” ujarnya.
Terkait penetapan tersangka ini, tim penasihat hukum Nadiem telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 September 2025. Pendaftaran gugatan praperadilan tersebut memiliki nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel, dan sidang perdana dijadwalkan pada Jumat, 3 Oktober 2025.
Kejaksaan Agung menyatakan penghormatan terhadap gugatan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya. “Ini juga merupakan bentuk check and balance bagi kami sebagai aparat penegak hukum,” jelas Anang.