Nasional

Menteri HAM Usulkan Ruang Demonstrasi di Halaman DPR untuk Perkuat Demokrasi

Avatar photo
2
×

Menteri HAM Usulkan Ruang Demonstrasi di Halaman DPR untuk Perkuat Demokrasi

Sebarkan artikel ini

Gagasan Ruang Demonstrasi di DPR RI: Langkah Menuju Demokrasi Substantif

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mengemukakan gagasan untuk menyediakan ruang demonstrasi di halaman gedung DPR RI sebagai upaya strategis untuk memperkuat praktik demokrasi di Indonesia. Menurutnya, ruang ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi secara damai dan teratur.

Dalam keterangan yang disampaikan di Jakarta, Pigai menjelaskan bahwa demokrasi yang substantif mencakup kemampuan masyarakat untuk menyampaikan pendapat dengan cara yang terhormat, sekaligus memastikan ketertiban publik di sekitar lokasi. “Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR perlu dipertimbangkan dengan serius agar masyarakat dapat berinteraksi langsung dengan lembaga perwakilan mereka,” tutur Pigai.

Pigai menekankan bahwa pemerintah tidak hanya perlu menghormati hak masyarakat untuk berdemonstrasi, tetapi juga memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana tersebut. Usulan ini sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa kebebasan berpendapat dijamin oleh Kovenan Internasional PBB tentang Hak Sipil dan Politik serta perundang-undangan HAM di Indonesia.

“Pernyataan Presiden ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap Hak Asasi Manusia, baik di tingkat internasional maupun nasional,” tambah Pigai. Meskipun demikian, ia menyadari bahwa praktik demokrasi seringkali menimbulkan gesekan, khususnya ketika aksi unjuk rasa berlangsung di jalanan yang ramai, memicu kemacetan, dan potensi benturan dengan pihak keamanan.

Oleh karena itu, dengan menyediakan ruang demonstrasi resmi, Pigai meyakini negara dapat menjawab tantangan yang ada dan tetap menjaga ketertiban umum. Dia merinci delapan alasan penting mengapa ruang ini diperlukan, antara lain sebagai simbolisme demokrasi, kedekatan dengan sasaran aspirasi, pengurangan kemacetan lalu lintas, dan menciptakan budaya dialog.

Di sejumlah negara, konsep serupa telah diimplementasikan. Jerman, misalnya, memiliki alun-alun publik di Berlin untuk aksi demonstrasi, sementara Inggris mengatur protes di Parliament Square dengan izin khusus. Singapura menyediakan Speakers’ Corner di Hong Lim Park, dan Amerika Serikat memiliki zona kebebasan berbicara dalam acara besar. Di Korea Selatan, meskipun ada larangan di dekat istana dan parlemen, tindakan demonstrasi di tempat ikonik seperti Gwanghwamun Square tetap difasilitasi.

Pigai juga mengingatkan bahwa gagasan ruang demonstrasi ini pernah diusulkan oleh DPR RI dalam Rencana Strategis DPR 2015–2019. Alun-alun demokrasi yang direncanakan didirikan di sisi kiri kompleks DPR, ditargetkan dapat menampung hingga 10.000 orang dengan berbagai fasilitas.

Meskipun beberapa upaya pembangunan seperti Taman Aspirasi di Monas telah dilaksanakan, Pigai menilai bahwa ruang tersebut lebih bersifat simbolik dan belum berfungsi sebagai lokasi demonstrasi resmi. Dia berharap gagasan ini dapat terwujud dengan momentum politik yang tepat, bukan sekadar wacana.

“Pemerintah harus memastikan bahwa ruang demokrasi ini dibangun dengan baik, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk bersuara tanpa batasan yang mengekang,” tegas Pigai.

Dengan langkah ini, Pigai berharapan Indonesia dapat menghindari jebakan regulasi yang menghalangi kebebasan berpendapat, sekaligus memperluas ruang bagi praktik demokrasi yang lebih substansial. Usulan untuk menyediakan pusat aspirasi di halaman gedung DPR ini diharapkan menjadi kesempatan kedua untuk mewujudkan gagasan yang telah lama tertunda dalam sejarah politik Indonesia.