Yusril Minta AS Berikan Update Status Hambali di Guantanamo
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham) RI, Yusril Ihza Mahendra, meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memberikan informasi terkini tentang Encep Nurjaman, alias Hambali, tersangka terorisme yang kini sedang diadili di Pengadilan Militer AS setelah lebih dari 20 tahun ditahan di Guantanamo.
“Kami berharap pemerintah AS dapat memberikan perkembangan terbaru mengenai status Hambali,” ujar Yusril dalam pertemuan dengan Chargé d’Affaires AS, Peter Haymond, di Jakarta, pada Kamis. Dalam pertemuan tersebut, Yusril juga menyampaikan bahwa Indonesia terbuka untuk mendiskusikan repatriasi warga negara Indonesia (WNI) yang sedang menjalani hukuman di luar negeri.
Pertemuan tersebut juga membahas kelanjutan kemitraan komprehensif antara Indonesia dan AS, dengan fokus pada isu-isu strategis di tingkat bilateral dan global, termasuk demokrasi, hak asasi manusia (HAM), terorisme, dan kejahatan lintas negara. Yusril menekankan komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan penghormatan terhadap HAM, sambil menegaskan pentingnya konteks nasional dalam pelaksanaannya.
“Indonesia berkomitmen untuk menegakkan demokrasi dan HAM. Namun, kami juga harus memastikan bahwa upaya tersebut dijalankan sesuai dengan nilai dan realitas nasional kami,” ungkap Yusril.
Yusril juga menyatakan ketertarikan untuk memperluas kerjasama di bidang imigrasi, pemberantasan perdagangan manusia, serta reformasi profesional. Salah satu topik penting yang dibahas adalah terorisme dan HAM di Indonesia, termasuk rencana pemerintah untuk memberikan amnesti kepada individu terkait aktivitas terorisme.
Sebagai tindak lanjut, Haymond mengungkapkan bahwa tim hukum dari Departemen Pertahanan AS dijadwalkan untuk mengunjungi Indonesia dalam beberapa bulan ke depan untuk membahas kasus Hambali. Selain itu, kedua negara sepakat untuk melanjutkan pembahasan terkait repatriasi, baik terhadap warga negara AS di Indonesia maupun 27 WNI di Suriah Timur Laut.
Haymond juga mengangkat isu penyitaan kapal MT Arman dan meminta bantuan hukum timbal balik dalam penanganan kasus tersebut. Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) segera akan melaksanakan eksekusi putusan pidana atas kapal supertanker MT Arman 114, yang dibatalkan kepemilikannya oleh Pengadilan Tinggi Kepri. Kapal tersebut pernah berlabuh di perairan Batam dan dianggap berpotensi merusak lingkungan laut, serta memiliki keterkaitan dengan Iran, yang saat ini menghadapi embargo AS terkait minyak.
Dalam kesempatan itu, Haymond juga mengungkapkan minat AS untuk melanjutkan negosiasi perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan Indonesia. “Kami terbuka untuk meninjau kembali perjanjian bantuan hukum timbal balik yang sebelumnya dibahas agar kerjasama hukum antara kedua negara dapat lebih efektif,” jelas Haymond.
Selain itu, Haymond mengapresiasi kerja sama Indonesia dalam menerima pemulangan individu dari AS, yang merupakan wujud nyata kemitraan kedua negara. Dia juga menyinggung soal pembebasan bersyarat dengan alasan kemanusiaan bagi warga negara AS yang sedang menjalani hukuman di Indonesia, termasuk kasus Van Der Heiden dan dua individu lainnya.
Haymond berharap Indonesia dapat mempertimbangkan repatriasi 27 wanita dan anak-anak asal Indonesia yang kini berada di kamp-kamp di Suriah Timur Laut sebagai bagian dari upaya kolektif untuk mengatasi isu kemanusiaan. “Kami berharap Indonesia dapat meninjau kemungkinan pemulangan mereka,” ujar Haymond.
Komitmen kedua negara dalam sejumlah isu ini mencerminkan kemitraan yang terus berkembang, dengan harapan dapat memberikan kontribusi positif bagi stabilitas dan keamanan regional.