Berita

Mayoritas Publik Tolak Isu Hoaks Politik Terhadap Mantan Presiden

Avatar photo
6
×

Mayoritas Publik Tolak Isu Hoaks Politik Terhadap Mantan Presiden

Sebarkan artikel ini

Survei Ungkap Skeptisisme Publik Terhadap Isu Pendidikan Mantan Presiden

Sebanyak 43,2 persen masyarakat Indonesia dinyatakan tidak percaya sama sekali terhadap isu yang menyerang legitimasi pendidikan mantan Presiden Joko Widodo. Hal ini tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Polling Institute pada 4 hingga 7 Agustus 2025, melibatkan 1.206 responden. Survei ini menunjukkan bahwa mayoritas publik menunjukkan penolakan terhadap hoaks politik yang beredar.

Dalam survei tersebut, 27,7 persen responden mengaku kurang percaya, sementara hanya 13,7 persen yang menyatakan percaya, dan 1,9 persen sangat percaya. Menariknya, 13,4 persen responden memilih untuk tidak memberikan jawaban. Hasil ini menunjukkan bahwa isu yang dialamatkan kepada Joko Widodo tidak berhasil memengaruhi pola pikir masyarakat secara signifikan.

Peneliti dari Polling Institute, Kennedy, menilai hasil survei ini mencerminkan sikap rasional publik terhadap isu-isu sensitif. “Survei ini menegaskan bahwa hoaks politik, terutama yang menyerang legitimasi pendidikan mantan presiden, tidak sepenuhnya berhasil memengaruhi opini publik. Mayoritas masyarakat lebih rasional dalam menilai isu sensitif ini,” ujar Kennedy.

Latar belakang munculnya survei ini seiring dengan naiknya sejumlah hoaks yang menyasar publik figur. Terlebih, menjelang periode pemilihan umum yang akan datang, isu yang menyudutkan tokoh-tokoh politik menjadi salah satu strategi yang kerap digunakan. Namun, dengan hasil ini, terlihat bahwa masyarakat semakin selektif dan cenderung skeptis terhadap informasi yang tidak jelas sumbernya.

Implikasi dari survei ini penting untuk diperhatikan, terutama bagi para politisi dan penggiat media sosial. Masyarakat tampaknya memiliki ketahanan yang tinggi terhadap informasi yang dapat menyesatkan. Ini adalah sinyal positif bahwa masyarakat kini lebih kritis dalam mencerna berita, sehingga penting untuk terus mengedukasi publik mengenai cara mengenali hoaks.

Survei ini juga memiliki margin of error sekitar ±2,9 persen dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen. Metode yang digunakan adalah wawancara melalui sambungan telepon, yang memungkinkan akses lebih luas ke berbagai kalangan masyarakat. Hal ini menambah validitas data yang diperoleh, serta memberikan gambaran yang lebih representatif mengenai opini publik.

Kedepannya, ada tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus bersinergi dalam menghadapi isu-isu berpotensi menyesatkan. Di tengah minimnya kepercayaan terhadap beberapa sumber informasi, kolaborasi antara pemerintah, media, dan platform digital diperlukan untuk memastikan bahwa informasi yang diterima publik akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan pemilu yang semakin dekat, harapannya masyarakat tetap cermat dan tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Keterlibatan aktif semua lapisan masyarakat dalam proses penyebaran informasi yang benar akan sangat membantu dalam menciptakan iklim politik yang sehat dan informatif.