Berita

Mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono Dihukum 7 Tahun Penjara karena Terima Suap SGD 43 Ribu

Avatar photo
4
×

Mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono Dihukum 7 Tahun Penjara karena Terima Suap SGD 43 Ribu

Sebarkan artikel ini

Mantan Ketua PN Surabaya Terjerat Kasus Suap Vonis Pembebasan

Surabaya – Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, dijatuhi vonis 7 tahun penjara setelah terbukti menerima suap sebesar SGD 43 ribu (sekitar Rp 540 juta) untuk mengatur vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera. Penetapan ini disampaikan pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat oleh hakim ad hoc, Andi Saputra, pada hari Jumat (22/8/2025).

Hakim Andi mengungkapkan bahwa Rudi Suparmono menerima uang suap melalui pengacara Ronald, Lisa Rachmat. Pertemuan antara Rudi dan Lisa berlangsung di ruang kerjanya di lantai 5 Kantor Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 4 Maret 2024. “Majelis hakim berkeyakinan bahwa uang sebesar SGD 43 ribu jelas dimaksudkan agar terdakwa menggunakan kewenangannya untuk menunjuk majelis hakim sesuai permintaan Lisa Rachmat,” tegas Andi.

Rudi Suparmono tidak hanya dijatuhi hukuman penjara tetapi juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan hukuman pengganti enam bulan kurungan jika denda tidak dibayar. Dalam sidang tersebut, Rudi juga tidak dapat menjelaskan asal-usul uang yang ditemukan di rumahnya di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang totalnya mencapai Rp 1,7 miliar, USD 383 ribu, dan SGD 1.099.581. Uang dalam jumlah besar ini diduga terkait dengan jabatannya selama menjabat sebagai Ketua PN Surabaya serta Ketua PN Jakarta Pusat.

Dari informasi yang dihimpun, praktik suap dalam ranah pengadilan merupakan masalah serius yang menunjukkan adanya korupsi di institusi hukum. Masyarakat Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang bersih dari intervensi kepentingan pribadi. Vonis ini diharapkan bisa menjadi peringatan bagi aparatur peradilan lainnya untuk menjaga integritas dan kredibilitas lembaga hukum di Indonesia.

Sejak 2022, Rudi tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menunjukkan adanya kelalaian dalam mengawasi penerimaan yang mungkin berpotensi melanggar hukum. Kasus ini menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik di Indonesia, yang seringkali berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

“Kasus ini sangat menciderai citra lembaga peradilan di Indonesia. Kami harap pihak-pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan tindakan mereka,” kata seorang pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.

Dengan vonis yang dijatuhkan ini, diharapkan dapat memberi semangat bagi penegak hukum untuk lebih tegas dalam menangani kasus-kasus serupa. Melalui penegakan hukum yang konsisten, diharapkan masyarakat dapat melihat adanya perubahan positif dalam sistem peradilan, dan korupsi dalam bidang hukum tidak lagi terjadi.

Kasus ini juga menjadi perhatian luas bagi masyarakat, di mana mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam sistem hukum. Rudi Suparmono kini menjadi contoh bagi banyaknya tantangan yang harus dihadapi dalam memperbaiki sistem peradilan nasional.