Mahkamah Agung Israel Tangguhkan Pemecatan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara
Jakarta, CNN Indonesia — Mahkamah Agung Israel telah mengeluarkan keputusan untuk menangguhkan sementara pemecatan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara. Keputusan ini diambil pada Senin (4/8) setelah kabinet yang dipimpin koalisi sayap kanan menyetujui pemecatannya secara bulat. Baharav-Miara saat ini memimpin proses hukum terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi.
Menteri Kehakiman Yariv Levin mengumumkan pemecatan tersebut melalui surat resmi, menjelaskan bahwa Baharav-Miara tidak dapat dipertahankan dalam posisi tersebut karena tidak mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dan dianggap tidak dapat bekerja secara efektif. Namun, keputusan ini langsung mendapatkan perlawanan dari partai oposisi Yesh Atid serta beberapa kelompok aktivis yang menganggap pemecatan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat Baharav-Miara sedang menangani kasus yang melibatkan Netanyahu.
Sebagai respons, pihak oposisi mengajukan petisi darurat ke Mahkamah Agung untuk membatalkan pemecatan ini. Salah satu gugatan berasal dari The Movement for Quality Government in Israel, yang menilai langkah itu merupakan upaya untuk menjadikan jabatan Jaksa Agung sebagai “jabatan politik”. Menanggapi isu ini, Mahkamah Agung mengeluarkan perintah penangguhan yang melarang pemerintah untuk memberhentikan Baharav-Miara atau menunjuk pengganti selama 30 hari ke depan, hingga sidang digelar.
Kendati demikian, Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, melontarkan reaksi keras melalui akun media sosialnya, menegaskan bahwa pemecatan harus segera dilakukan dan menolak untuk mengikuti keputusan pengadilan. Ia menyatakan, “Penggantinya harus segera ditunjuk! Kami menaati hukum! Kami katakan kepada Mahkamah Agung, tidak!”
Baharav-Miara sendiri menganggap pemecatannya sebagai tindakan ilegal. Ia menyatakan, “Tekanan politik dan tindakan yang bertentangan dengan hukum tidak akan menghentikan kami untuk terus menjalankan tugas dengan kenegarawanan, profesionalisme, dan integritas.”
Perseteruan antara Baharav-Miara dan pemerintahan Netanyahu bukanlah hal baru. Sejak koalisi sayap kanan terbentuk, keduanya sering berselisih, khususnya terkait rencana reformasi peradilan yang menuai protes besar sepanjang 2023. Pada Maret lalu, kabinet Israel pernah mengajukan mosi tidak percaya terhadap Baharav-Miara, dengan tuduhan terhadap jaksa agung mengenai perilaku tidak pantas dan perbedaan pandangan yang substansial.
Baharav-Miara membantah semua tudingan tersebut, menyatakan bahwa itu merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melemahkan lembaga peradilan demi memperluas kekuasaan dan mencari loyalitas sepenuhnya. Ia juga menentang upaya Netanyahu untuk memecat mantan kepala Badan Keamanan Dalam Negeri (Shin Bet) Ronen Bar, yang dianggap tidak sah oleh Mahkamah Agung.
Netanyahu sendiri tengah menghadapi serangkaian tuduhan serius, termasuk penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan publik. Proses hukum terhadapnya telah berjalan sejak 2020, dan ia dituduh telah menerima hadiah mewah dari pengusaha sebagai imbalan atas kebijakan yang menguntungkan. Jika terbukti bersalah, Netanyahu terancam hukuman penjara hingga 10 tahun.
Kasus ini semakin rumit dengan campur tangan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, yang membela Netanyahu dan menyebut penuntut sebagai pihak yang “di luar kendali”. Trump pernah mengusulkan agar Israel mempertimbangkan untuk memberikan pengampunan kepada Netanyahu.
Keputusan Mahkamah Agung untuk menangguhkan pemecatan ini menjadi sorotan, mengingat dampaknya terhadap proses hukum yang sedang berlangsung dan ketidakstabilan politik di Israel.