Kericuhan Unjuk Rasa Mahasiswa di DPR/MPR Jakarta: Pelemparan dan Gas Air Mata Mengguncang Ibu Kota
Jakarta, 28 Agustus 2025 – Unjuk rasa yang digelar oleh aliansi mahasiswa di Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, berakhir ricuh kemarin. Aksi ini bermula dari pembblokadean Tol Dalam Kota Cawang-Grogol oleh sejumlah peserta aksi yang menggunakan sepeda motor. Ketegangan meningkat ketika pihak demonstran lain merespons dengan pelemparan kayu, batu, dan botol air mineral ke arah aparat keamanan yang berusaha mengendalikan situasi.
Kericuhan merebak ketika massa yang awalnya berupaya menyuarakan aspirasi di Gerbang Utama DPR/MPR mulai melempar batu ke area dalam gedung. Suasana menjadi semakin tegang saat anggota kepolisian merespons dengan menyemprotkan air ke arah pengunjuk rasa yang menyulut emosi massa. Suara petasan semakin menggema di lokasi kejadian, menambah kekacauan.
Melihat kondisi semakin memburuk, polisi mengambil tindakan tegas dengan menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan. Akibatnya, massa berlarian menjauh ke berbagai arah, termasuk Slipi, Petamburan, dan Palmerah, meski beberapa di antaranya tetap berupaya melemparkan benda keras dan petasan ke arah petugas keamanan.
Pelemparan dan Upaya Pembubaran Massa
Dalam pantauan media, massa yang berkumpul di depan gedung DPR/MPR melakukan pelemparan batu dan benda keras lainnya. Selain itu, sejumlah peserta aksi terlihat merusak pagar Gedung DPR, menambah ketegangan yang ada. Untuk menanggulangi situasi ini, pihak kepolisian mengerahkan kendaraan taktis, termasuk water cannon, untuk menghalau massa. Tidak lama setelah itu, gas air mata kembali ditembakkan ke arah pengunjuk rasa, menyebabkan mereka berlarian kabur.
Aksi unjuk rasa ini bukan hanya sekadar protes, melainkan mengindikasikan adanya ketidakpuasan di kalangan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Alumni dan mahasiswa secara bersamaan mengungkapkan kekecewaan mereka sehingga mengakibatkan kericuhan tersebut.
Implikasi untuk Masyarakat
Kericuhan ini menyisakan tanda tanya mengenai dinamika politik dan hubungan masyarakat dengan aparat keamanan. Banyak yang khawatir bahwa situasi seperti ini akan berulang jika dialog antara pemerintah dan masyarakat tidak diperkuat. Dampak sosial dari aksi tersebut juga dapat terlihat dalam ketidakstabilan yang mengganggu aktivitas publik, terutama di kawasan Jakarta.
Banyak pihak mengharapkan adanya langkah preventif agar dialog maupun komunikasi lebih baik antara pemerintah dan mahasiswa bisa dilakukan. Hal ini penting guna mencegah potensi bentrok yang merugikan kedua belah pihak di masa mendatang.
Kejadian ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi semua pihak untuk mengevaluasi proses dialog dan memastikan bahwa suara mahasiswa didengar dengan baik. Masyarakat berhak untuk menyampaikan aspirasi mereka tanpa menghadapi tindakan represif.
Dengan terus memantau perkembangan dan menjaga situasi tetap kondusif, diharapkan permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan cara yang lebih damai dan produktif.