Jakarta – Perkumpulan Lingkar Ganja Nasional (LGN) mendesak Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memberikan informasi terkini mengenai penelitian ganja medis yang tengah dilakukan bekerjasama dengan Universitas Udayana, Bali. Permohonan tersebut disampaikan melalui surat resmi yang diserahkan Ketua Umum LGN, Riyadh Fakhruddin, di kantor BNN, Jakarta Timur, Rabu (23/7).
Dalam surat tersebut, LGN menekankan pentingnya partisipasi masyarakat sipil dalam setiap tahap penelitian dan pengambilan kebijakan terkait ganja medis. Mereka menyatakan bahwa pelibatan ini adalah langkah krusial untuk memastikan akuntabilitas, transparansi, dan inklusivitas sesuai dengan prinsip negara hukum yang menghormati hak atas kesehatan sesuai Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
“Berdasarkan undang-undang yang berlaku, kebijakan narkotika harus dibangun atas asas transparansi. Ini penting agar setiap kebijakan yang dihasilkan betul-betul mencerminkan kebutuhan masyarakat,” ungkap Riyadh dalam suratnya.
Selain permohonan audiensi, LGN juga menyatakan kesiapan untuk menyampaikan data dan masukan berbasis kajian ilmiah sebagai bagian dari diskusi. Penelitian ganja medis oleh BNN dan Universitas Udayana telah disambut baik oleh LGN, mengingat ini merupakan langkah menuju dekriminalisasi yang mereka dorong untuk perlindungan hak asasi manusia dan pendekatan kesehatan dalam penanganan penyalahgunaan narkotika.
Menariknya, Kepala BNN, Komjen Pol Marthinus Hukom, baru-baru ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan nonpidana terhadap pengguna narkoba. Pernyataan tersebut, diakui LGN, sejalan dengan semangat untuk melindungi hak asasi manusia. Namun, mereka mengingatkan adanya kendala regulasi, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04/2010, yang membatasi rehabilitasi medis bagi penyalahguna narkotika.
“Maka dari itu, revisi UU Narkotika perlu menjadi pembahasan untuk mengakomodir kebutuhan medis,” ungkap mereka. LGN menilai, tanggung jawab negara untuk menyelesaikan isu ini telah tercantum dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya.
Lebih jauh, LGN menyatakan bahwa riset ganja medis seharusnya menjadi prioritas kerja Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). “Tanpa keterlibatan BRIN, pertanyaan tentang kepatuhan terhadap kebijakan riset nasional yang terintegrasi dapat muncul,” tegas mereka.
Riset yang dilakukan oleh Universitas Udayana bertujuan menemukan zat dalam daun ganja yang berpotensi dijadikan obat. Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, menyatakan bahwa penelitian telah dimulai sejak awal 2025.
Sementara itu, Marthinus menegaskan bahwa meski hasil riset menunjukkan efek positif, hal tersebut tidak otomatis membuka jalur legalisasi ganja di Indonesia. “Kita perlu mengedepankan etika dalam mengatur potensi penggunaan ganja, terutama berkaitan dengan kesehatan,” ujar Marthinus.
Dengan adanya dorongan riset dan pengaturan yang lebih baik, masyarakat Indonesia diharapkan mampu melihat manfaat nyata dari ganja medis, tanpa mengabaikan sisi regulasi yang diperlukan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat. Dalam konteks ini, keterlibatan aktif masyarakat dalam proses penelitian dan pembuatan kebijakan menjadi sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang tidak hanya efektif tetapi juga mencerminkan kebutuhan riil masyarakat.