Nasional

KPK Lanjutkan Penyidikan Kasus Korupsi SKIPI di KKP

Avatar photo
4
×

KPK Lanjutkan Penyidikan Kasus Korupsi SKIPI di KKP

Sebarkan artikel ini

KPK Teruskan Penyidikan Kasus Korupsi Pengadaan Kapal Inspeksi Perikanan

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Langkah ini diambil setelah KPK terakhir kali memanggil saksi dalam perkara ini pada 25 Juni 2025.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa pada Senin (11/8), lembaga antirasuah tersebut memanggil seorang saksi berinisial AYN, yang merupakan karyawan swasta, untuk memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK. Pemanggilan ini merupakan bagian dari proses penyidikan yang terus berkembang.

Sebelumnya, KPK telah memanggil tersangka kasus ini, Aris Rustandi, pada bulan Juni. Pada 21 Mei 2019, KPK secara resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan empat unit kapal berukuran 60 meter untuk SKIPI, yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, pada tahun anggaran 2012—2016.

Tersangka yang ditetapkan adalah Aris Rustandi, yang menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), dan Amir Gunawan, Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU). Proses pengadaan ini dimulai ketika Menteri KKP saat itu, Sharif Cicip Sutarjo, pada Oktober 2012, menetapkan PT DRU sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran mencapai Rp558,53 miliar.

Namun, terdapat dugaan bahwa Aris Rustandi melakukan pembayaran yang tidak sesuai. Ia dilaporkan membayar kepada PT DRU seluruh termin pembayaran senilai Rp744,09 miliar, meskipun biaya pembangunan yang seharusnya hanya sebesar Rp446,27 miliar.

Empat kapal SKIPI, yang dinamakan ORCA 01 hingga 04, selesai dibangun pada April 2016. Namun, kapal-kapal ini diduga tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Antara lain, kecepatan kapal yang tidak sesuai, kekurangan panjang sekitar 26 sentimeter, serta kurangnya perlengkapan dan volume pelat baja dan aluminium.

Kasus ini diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp61,54 miliar. Kerugian tersebut menarik perhatian publik dan lembaga antirasuah, yang kini terus menggali informasi untuk memastikan keadilan dan pertanggungjawaban atas pelanggaran yang terjadi.

Penyidikan yang terus berlangsung ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia, terutama di sektor kelautan dan perikanan yang memiliki dampak besar terhadap pembangunan dan ekonomi negara. KPK berharap langkah ini dapat menjadi penegasan bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga isu yang penting bagi masyarakat dan lingkungan hidup.

Dengan kajian mendalam dan bukti yang jelas, proses hukum diharapkan berjalan sesuai dengan prinsip keadilan yang berlaku. KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan menghadirkan pihak-pihak yang terlibat ke ranah hukum.