Internasional

Korsel Hentikan Siaran Radio Propaganda ke Korut untuk Redakan Ketegangan

Avatar photo
2
×

Korsel Hentikan Siaran Radio Propaganda ke Korut untuk Redakan Ketegangan

Sebarkan artikel ini

Korea Selatan Hentikan Siaran Radio Propaganda ke Korea Utara

Korea Selatan mengambil langkah signifikan untuk meredakan ketegangan dengan Korea Utara dengan menghentikan siaran radio propaganda yang dikenal sebagai Voice of Freedom. Pengumuman ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan, Lee Kyung Ho, pada Senin (1/9). Menurut Lee, penangguhan siaran ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi ketegangan militer di Semenanjung Korea.

“Pemerintah telah memutuskan untuk menangguhkan siaran Voice of Freedom sebagai usaha meredakan ketegangan,” ujar Lee, sebagaimana dilaporkan oleh AFP. Voice of Freedom, yang mulai siaran pada tahun 1962, berfungsi sebagai media penyebaran informasi dari luar, termasuk musik K-pop yang dilarang di Korea Utara. Siaran ini juga seringkali digunakan sebagai alat perang psikologis.

Sejarah siaran Voice of Freedom mencerminkan dinamika hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Siaran ini sempat dihentikan pada tahun 2004 saat hubungan kedua negara menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Namun, siaran kembali dilanjutkan pada tahun 2010 setelah insiden penyerangan kapal perang Korea Selatan, Cheonan, yang menewaskan 46 awak kapal.

Di bawah kepemimpinannya yang baru sejak bulan Juni lalu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung menunjukkan komitmennya untuk memperbaiki hubungan dengan Pyongyang. Ia melakukan beberapa tindakan damai, seperti menghentikan pengiriman selebaran anti-Korea Utara dan membongkar pengeras suara di perbatasan.

Namun, respons dari pihak Korea Utara menunjukkan sikap yang berbeda. Sejumlah pernyataan tegas dari Pyongyang mencerminkan ketidakminatan mereka untuk dialog. Korea Utara menyatakan bahwa Seoul akan tetap menjadi musuh mereka. Hubungan yang buruk ini bukanlah hal baru, mengingat kedua negara masih dalam keadaan perang teknis karena konflik yang terjadi antara tahun 1950 hingga 1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

Ketegangan antara Korea Selatan dan Korea Utara memang selalu mengalami pasang surut, tergantung pada situasi politik dan kepemimpinan yang ada di masing-masing negara. Pihak Seoul berusaha mengambil langkah-langkah untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif, sementara Pyongyang tetap menunjukkan sikap defensif dan antagonis.

Kedua negara ini telah menjalani hubungan yang rumit selama beberapa dekade, dan meskipun terdapat upaya-upaya diplomasi, tantangan yang ada tetap sangat besar. Keputusan untuk menghentikan siaran Voice of Freedom diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju dialog yang lebih konstruktif dan perdamaian di kawasan yang masih menyimpan banyak ketegangan ini.

Dengan situasi yang terus berkembang, langkah Korea Selatan kali ini bisa menjadi indikasi bahwa perubahan dalam pendekatan diplomatik mungkin diharapkan, meskipun skeptisisme dari pihak Korea Utara tetap menjadi tantangan tersendiri bagi usaha pendamaian tersebut.