Tingginya Angka Deportasi WNI dari Malaysia: Tantangan bagi Pekerja Migran
Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Johor Bahru (KJRI JB) mencatat sebagai langkah penting pemulangan 3.585 pekerja migran Indonesia (PMI) yang terpaksa dideportasi dari Malaysia selama periode Januari hingga Juli 2025. Data ini mengungkapkan bahwa fenomena ini mencerminkan masih banyaknya WNI yang bekerja secara tidak resmi di negeri jiran tersebut.
Pada Selasa sore, KJRI JB kembali memfasilitasi pemulangan 129 PMI melalui Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center, yang terdiri dari 93 laki-laki, 35 perempuan, dan satu anak perempuan. Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya (Pensosbud) KJRI JB, Erry Kenanga, menjelaskan bahwa pemulangan ini merupakan bagian dari program kerja sama dengan pihak Imigrasi Malaysia. Program M, yang telah dimulai sejak November 2024, bertujuan untuk memulangkan sebanyak 7.200 WNI dalam jangka waktu dua tahun.
Pemulangan PMI ini menunjukkan kerja sama yang baik antara berbagai institusi, mulai dari otoritas Malaysia hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2MI) serta instansi pelabuhan dan kesehatan Indonesia. Erry menekankan pentingnya perlindungan terhadap WNI sebagai komitmen kemanusiaan yang menyentuh aspek integritas hukum dan kepercayaan antarnegara.
KJRI JB juga mengimbau agar WNI yang saat ini bekerja di Malaysia menggunakan jalur resmi untuk mencegah berbagai masalah hukum di kemudian hari. “Tingginya angka deportasi dari Malaysia mencerminkan bahwa masih banyak WNI yang tinggal secara unprosedural,” kata Erry.
Berdasarkan data, ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus deportasi ini. Faktor penarik di Malaysia meliputi kebutuhan akan tenaga kerja murah di berbagai sektor, seperti perkebunan, konstruksi, dan layanan rumah tangga. Di sisi lain, faktor pendorong di Indonesia berupa desakan ekonomi dan tingginya kompetisi dalam mencari pekerjaan juga berkontribusi terhadap fenomena ini. Jarak yang dekat dan kesamaan kultur antara kedua negara menjadikan Malaysia sebagai destinasi favorit bagi WNI pencari kerja.
Sayangnya, masih banyak WNI kurang memahami proses migrasi yang aman, yang menjadi perhatian KJRI. Erry menambahkan bahwa langkah pemulangan ini bukan hanya sekadar menyelamatkan individual, namun juga memperkuat reputasi negara dalam melindungi warganya di luar negeri.
Kondisi ini menyoroti perlunya edukasi lebih lanjut bagi calon pekerja migran mengenai cara yang aman dan legal dalam mencari pekerjaan di luar negeri. Pemerintah, bersama dengan berbagai lembaga, diharapkan dapat meningkatkan literasi serta pemahaman masyarakat tentang pentingnya bekerja di jalur resmi, agar permasalahan deportasi dapat dihindari di masa mendatang.
Dalam konteks sosial dan ekonomi, tingginya angka deportasi juga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh keluarga di Indonesia yang bergantung pada penghasilan dari anggota keluarganya yang bekerja di luar negeri. Upaya untuk mendorong migrasi yang aman tidak hanya akan melindungi individu, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
Melihat data dan fakta yang ada, perlu ada langkah nyata dari pemerintah untuk mengupayakan solusi yang lebih berkelanjutan bagi pekerja migran Indonesia, agar mereka tidak hanya terpaksa pulang dalam keadaan terdeportasi, melainkan dapat kembali dengan membawa kebanggaan dan kesejahteraan bagi diri sendiri dan keluarga.