Internasional

Kerusuhan Melanda Kashmir Pakistan, 10 Tewas dalam Bentrokan Protes Ekonomi dan Politik

Avatar photo
2
×

Kerusuhan Melanda Kashmir Pakistan, 10 Tewas dalam Bentrokan Protes Ekonomi dan Politik

Sebarkan artikel ini

Kerusuhan Melanda Wilayah Kashmir Bagian Pakistan, Tuntutan Rakyat Meningkat

Jakarta, CNN Indonesia – Wilayah Kashmir bagian Pakistan (Pakistan-administered Kashmir, atau PoK) mengalami kerusuhan besar setelah Komite Aksi Rakyat (AAC) menyerukan aksi mogok tanpa batas. Protes ini dipicu oleh lonjakan signifikan harga tepung dan listrik, serta desakan untuk membubarkan 12 kursi legislatif yang dialokasikan untuk pengungsi Kashmir di Pakistan. Gelombang protes yang terjadi di berbagai kota menyoroti krisis sosial-ekonomi yang mendalam dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap rakyat PoK.

Dalam bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan, setidaknya 10 orang tewas dan lebih dari 100 lainnya terluka. Insiden paling mematikan terjadi di Dhirkot, distrik Bagh, di mana aparat keamanan dilaporkan menembaki massa, mengakibatkan empat kematian. Selain itu, dua orang tewas di Dadyal dan Mirpur, sedangkan sisa korban tewas berasal dari Muzaffarabad dan Chamyati dekat Kohala. Ribuan warga kini berdatangan menuju ibu kota Muzaffarabad, menuntut keadilan ekonomi dan politik serta menentang dominasi Islamabad di wilayah mereka.

Kemarahan masyarakat ini menjadi semakin terasa akibat krisis ekonomi yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Harga tepung, yang merupakan bahan pokok penting, melonjak tajam, sementara tarif listrik tetap tinggi meskipun PoK menjadi lokasi beberapa proyek besar pembangkit listrik, seperti Bendungan Mangla. Ironisnya, meskipun wilayah ini menghasilkan listrik dalam jumlah besar bagi Pakistan, warga PoK malah mengalami pemadaman listrik berkala tanpa subsidi.

AAC menilai kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan struktural dan mendesak pemerintah untuk memberikan subsidi pada harga tepung serta menetapkan tarif listrik yang lebih adil. Dialog antara pemimpin AAC dan pemerintah lokal tidak membuahkan hasil, memicu aksi mogok besar-besaran yang melumpuhkan aktivitas ekonomi. Berbagai sektor, termasuk pasar, sekolah, dan transportasi umum, terpaksa ditutup, sementara demonstran meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah.

Menanggapi kerusuhan ini, otoritas Pakistan mengerahkan pasukan paramiliter dalam jumlah besar dan memberlakukan pembatasan komunikas, termasuk pemadaman internet dan layanan seluler untuk menghambat koordinasi massa. Tindakan represif ini menuai kritik karena dianggap mengulangi pola lama di mana aspirasi rakyat PoK diabaikan.

Salah satu tuntutan paling sensitif dari AAC adalah penghapusan 12 kursi legislatif di Majelis PoK yang diperuntukkan bagi pengungsi Kashmir. Kursi-kursi ini dibentuk melalui Amandemen ke-13 pada tahun 2018 dan dianggap sebagai alat kendali yang digunakan oleh Islamabad. Menurut AAC, sistem tersebut mengikis representasi politik warga PoK dan memperpanjang marginalisasi mereka. Para pengamat berpendapat bahwa kebijakan ini menjadikan pemerintahan lokal sekadar sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah pusat, bukan mencerminkan kehendak rakyat.

Gerakan yang dipimpin AAC bukan hanya merupakan protes terhadap ekonomi, tetapi juga sebuah ekspresi frustrasi terhadap ketimpangan politik yang telah berlangsung lama. “Aksi ini bukan melawan institusi tertentu, melainkan untuk menegakkan hak-hak dasar yang diabaikan selama lebih dari tujuh dekade,” ungkap Shaukat Nawaz Mir, pemimpin AAC. Pernyataan ini menggambarkan kelelahan kolektif warga PoK terhadap janji-janji reformasi yang tak pernah terealisasi.

Kerusuhan di PoK menunjukkan jarak yang semakin lebar antara rakyat dan pemerintah Pakistan. Janji-janji peningkatan ekonomi dan pemberian hak politik yang lebih luas sering kali hanya sebatas retorika. Respons terhadap suara rakyat pun sering kali berupa tindakan keras. Ketegangan ini menciptakan krisis legitimasi bagi Islamabad di wilayah yang secara strategis penting.

Saat ini, keadaan di PoK telah mencapai titik kritis. Jika tuntutan rakyat tetap diabaikan, ketidakpuasan dapat meluas menjadi gerakan lebih besar yang mampu mengancam stabilitas Pakistan. Bagi Islamabad, mendengar aspirasi rakyat PoK melalui dialog dan reformasi menjadi langkah mendesak untuk menghindari krisis governance dan kepercayaan publik. Jika tidak, aksi mogok dan protes kemungkinan akan terus berlanjut, mencerminkan berlanjutnya kesenjangan antara harapan rakyat dan kebijakan pemerintah yang kaku.