Nasional

Keppres Prabowo Siap Atur Restrukturisasi Utang Proyek Kereta Cepat KCIC

Avatar photo
17
×

Keppres Prabowo Siap Atur Restrukturisasi Utang Proyek Kereta Cepat KCIC

Sebarkan artikel ini

Pemerintah Siapkan Keppres untuk Atasi Utang Proyek Kereta Cepat Indonesia-China

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk menangani utang proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh. Keputusan ini dinilai penting untuk memperjelas langkah-langkah yang akan diambil pemerintah dalam menyelesaikan masalah utang yang telah membebani proyek tersebut.

“Keppres-nya segera terbit, kita tinggal tunggu,” ujar Luhut usai menghadiri acara bertajuk “1 tahun Prabowo-Gibran: Optimism 8% Economic Growth” di Jakarta pada hari Kamis. Ia menjelaskan bahwa Presiden Prabowo akan membentuk tim khusus untuk merumuskan strategi pembayaran utang KCIC.

Luhut berkoordinasi dengan Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, dan menyepakati bahwa penyelesaian utang proyek ini memerlukan sinergi semua pihak terkait. “Kita akan tangani bersama,” tegasnya.

Mengenai skema pembayaran yang akan diterapkan, Luhut mengungkapkan bahwa strategi yang diambil berupa restrukturisasi utang. Ia juga menambahkan bahwa pembayaran utang ini tidak mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Tidak ada yang pernah meminta APBN. Restrukturisasi adalah jalan keluar yang kami pilih,” katanya, menegaskan pentingnya efisiensi dalam penyelesaian utang.

Sebagai tambahan, Luhut mencatat bahwa transportasi publik tidak dirancang untuk mencari keuntungan, melainkan membutuhkan subsidi dari pemerintah. “Tidak ada transportasi publik di dunia ini yang menguntungkan. Ini butuh subsidi yang terukur,” ujarnya, menggambarkan pentingnya intervensi pemerintah dalam sektor transportasi umum.

Dari pihak Danantara, Rosan Roeslani menjelaskan bahwa proses penyelesaian utang ini masih dalam tahap evaluasi internal dan belum ada komunikasi resmi dengan instansi pemerintah lainnya, termasuk Kementerian Keuangan. “Pengambilan keputusan di Danantara dilakukan terstruktur dan terukur,” ungkapnya.

Terkait langkah konkret yang diambil, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menjelaskan bahwa ada dua skema yang saat ini sedang dikaji. Pertama, melakukan penambahan ekuitas atau suntikan dana tambahan, dan kedua, pengambilalihan infrastruktur proyek untuk dijadikan aset negara, sesuai dengan model kepemilikan di sektor perkeretaapian lainnya.

Proyek kereta cepat ini merupakan investasi besar dengan total mencapai sekitar 7,27 miliar dolar AS, yang setara dengan Rp120,38 triliun. Sekitar 75 persen dari nilai proyek ini didanai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan suku bunga 2 persen per tahun, menandakan perlunya tindakan segera untuk menyelesaikan masalah utang yang ada.

Kondisi saat ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk merumuskan solusi yang efektif demi kelangsungan dan keberlanjutan proyek yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mobilitas masyarakat di Indonesia. Keputusan yang diambil oleh pemerintah diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam menyelesaikan tantangan ini.