Internasional

Jurnalis Bloomberg Memutuskan Tinggalkan Hong Kong Setelah Penolakan Visa Kerja

Avatar photo
4
×

Jurnalis Bloomberg Memutuskan Tinggalkan Hong Kong Setelah Penolakan Visa Kerja

Sebarkan artikel ini

Jurnalis Bloomberg Terpaksa Tinggalkan Hong Kong Setelah Permohonan Visa Ditolak

Jakarta, CNN Indonesia – Rebecca Choong Wilkins, jurnalis dari Bloomberg News, mengumumkan harus meninggalkan Hong Kong setelah pemerintah setempat menolak permohonan perpanjangan visa kerjanya. Keputusan tersebut diumumkan setelah Wilkins, yang kini sedang hamil delapan bulan, membagikan kisahnya melalui media sosial.

“Setelah enam tahun meliput di Hong Kong, dengan kondisi hamil delapan bulan, saya sangat sedih harus meninggalkan rekan-rekan, teman-teman, dan tempat yang sudah saya anggap rumah,” ungkap Wilkins. Dia juga menambahkan, “Saya akan cuti untuk sementara waktu karena melahirkan. Di mana pun saya berada nanti, sampai jumpa.”

Pihak Bloomberg News menyatakan dukungannya kepada Wilkins, meski belum dapat memberikan komentar lebih lanjut mengenai kasus ini. “Kami akan terus berupaya melalui jalur yang sesuai untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar seorang juru bicara Bloomberg News.

Sementara itu, Departemen Imigrasi Hong Kong menolak untuk memberikan komentar terkait “kasus individu” dan menekankan bahwa tindakan mereka mengikuti hukum serta kebijakan yang berlaku dalam menangani setiap permohonan imigrasi.

Insiden ini menuai perhatian dari Foreign Correspondents Club Hong Kong, yang menyatakan keprihatinan mendalam atas penolakan tersebut. Mereka menyoroti bahwa otoritas tidak memberikan penjelasan apapun mengenai keputusan itu, yang semakin memperkuat kekhawatiran berkaitan dengan kebebasan pers di Hong Kong.

Kondisi ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Tahun lalu, jurnalis lainnya dari Bloomberg, Haze Fan, juga mengalami penolakan visa kerja di Hong Kong. Selain itu, pada 2024, fotografer Associated Press, Louise Delmotte, juga tidak mendapatkan perpanjangan izin kerja tanpa penjelasan yang jelas. Situasi ini mencerminkan tren yang mengkhawatirkan terhadap situasi kebebasan pers di wilayah tersebut.

Komite Perlindungan Jurnalis menuntut agar otoritas Hong Kong memberikan penjelasan yang jelas mengenai penolakan visa kerja serta izin masuk. “Kami mendesak mereka untuk mengembangkan mekanisme yang transparan dalam proses pengambilan keputusan ini, terutama di tengah meningkatnya insiden serupa,” pernyataan pihak Komite Perlindungan Jurnalis menegaskan.

Kondisi kebebasan pers di Hong Kong telah menjadi isu global, dengan banyak pengamat mengkhawatirkan pengetatan kontrol pemerintah terhadap media. Kebijakan yang semakin ketat ini membuat jurnalis merasa tertekan dan berisiko, baik untuk melanjutkan pekerjaan maupun untuk keberadaan mereka di wilayah tersebut. Dengan semakin banyaknya laporan tentang penolakan visa, situasi ini menjadi perhatian serius bagi organisasi yang membela kebebasan pers di seluruh dunia.

Dengan kasus Rebecca Choong Wilkins, satu hal yang semakin jelas: tantangan besar bagi jurnalis di Hong Kong dalam menjalankan tugas mereka dengan aman dan bebas. Ketidakpastian ini memberi dampak langsung terhadap kerja-kerja jurnalistik serta hak atas informasi yang layak diterima oleh publik.

Kita semua berharap agar situasi ini segera membaik dan kebebasan pers dapat ditegakkan kembali demi kepentingan informasi yang obyektif dan berimbang bagi masyarakat.