Nasional

Judul: Ketegangan Perbatasan Kamboja-Thailand Memuncak, 35 Orang Tewas dan Ratusan Ribu Dievakuasi

Avatar photo
5
×

Judul: Ketegangan Perbatasan Kamboja-Thailand Memuncak, 35 Orang Tewas dan Ratusan Ribu Dievakuasi

Sebarkan artikel ini

Ketegangan di Perbatasan Thailand-Kamboja dan Dampaknya bagi Masyarakat: Harapan untuk Resolusi Damai

Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali meningkat, menyusul pertempuran yang terjadi baru-baru ini. Dalam situasi yang memprihatinkan ini, Indonesia tetap optimistis bahwa kedua negara akan menemukan solusi damai sesuai dengan semangat ASEAN.

Pertempuran yang meletus di daerah perbatasan ini merupakan puncak dari ketegangan yang sudah berlangsung berbulan-bulan, dimulai dari bentrokan antara militer kedua negara yang menewaskan seorang tentara Kamboja pada 28 Mei. Semula, kedua pihak sepakat untuk menahan diri; namun, upaya diplomatik Kamboja untuk menyelesaikan konflik ini melalui Mahkamah Internasional (ICJ) ditolak oleh Thailand yang lebih memilih jalur negosiasi bilateral.

Konflik ini tidak hanya berdampak pada hubungan internasional, tetapi juga mengguncang stabilitas politik di dalam negeri. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, harus menghadapi konsekuensi setelah percakapan teleponnya dengan Ketua Senat Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik. Hal ini memicu protes di dalam negeri dan mengakibatkan penangguhan jabatannya.

Dua insiden ledakan ranjau di perbatasan, yang melukai personel militer Thailand, semakin memperburuk situasi. Pada 23 Juli, Thailand menarik duta besarnya dari Kamboja dan mengusir duta besar Kamboja. Baku tembak antara kedua militer pun kembali terjadi, menambah jumlah korban. Hingga saat ini, laporan menyebutkan bahwa 35 orang tewas, termasuk 14 warga sipil dan delapan tentara di Thailand, serta 13 korban di Kamboja.

Krisis ini juga berdampak signifikan bagi masyarakat lokal. Lebih dari 60.000 warga Thailand telah dievakuasi dari 14 distrik di empat provinsi, sementara sekitar 80.000 warga Kamboja dari tiga provinsi perbatasan juga terpaksa mengungsi. Situasi ini jelas menambah beban bagi masyarakat yang sudah berjuang dalam kondisi ekonomi yang sulit, dan sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.

Negara-negara lain di kawasan ini turut merasakan dampaknya. Bahkan, insiden artileri dari Kamboja yang salah sasaran mengenai Laos menambah kompleksitas situasi. Malaysia, sebagai pemegang Keketuaan ASEAN tahun ini, mengambil inisiatif untuk memfasilitasi dialog antara kedua negara. Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, mengungkapkan bahwa komunikasi intensif telah dilakukan untuk menemukan solusi yang tepat.

Sengketa ini bukanlah sesuatu yang baru; konflik ini berakar dari batasan yang ditetapkan oleh kolonialisme lebih dari seabad lalu, ditambah dengan perebutan kawasan candi yang bernilai sejarah bagi kedua bangsa. Kawasan Segitiga Zamrud, yang menjadi lokasi konflik, adalah rumah bagi candi kuno Khmer-Hindu yang memiliki arti penting bagi warisan budaya.

Dengan adanya upaya mediasi dan komunikasi antarnegara, harapan untuk resolusi damai semakin terbuka. Pertemuan antara Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai yang direncanakan di Kuala Lumpur diharapkan dapat memulai dialog konstruktif yang mampu meredakan ketegangan.

Sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu terus memantau perkembangan ini. Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja tidak hanya berpengaruh pada kehidupan masyarakat di sana, tetapi juga menjadi cerminan penting untuk bagaimana diplomasi dan kerjasama antarnegara dapat mempengaruhi stabilitas regional. Harapan untuk menyelesaikan konflik ini dengan cara damai sangat penting, tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga bagi kita semua yang menginginkan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara.