Jepang Bersiap Sambut Perdana Menteri Perempuan Pertama: Sanae Takaichi Terpilih Sebagai Pemimpin LDP
Jepang kini bersiap menyambut perdana menteri perempuan pertama dalam sejarahnya, setelah Partai Demokrat Liberal (LDP) memilih Sanae Takaichi sebagai pemimpin baru. Pemilihan ini berlangsung pada 4 Oktober 2025 dan menandai perubahan penting dalam peta politik Jepang.
Takaichi, yang berusia 64 tahun, lahir pada 7 Maret 1961 di Yamatokoriyama, Prefektur Nara. Setelah menyelesaikan pendidikan di Universitas Kobe, ia memulai karier sebagai penulis, asisten legislatif, dan penyiar sebelum memasuki dunia politik. Takaichi pertama kali terpilih menjadi anggota Majelis Rendah pada pemilihan 1993 sebagai calon independen dan sejak itu telah sembilan kali terpilih kembali.
Dalam pemilihan ketua LDP, Takaichi berhasil mengejutkan banyak pihak dengan mengalahkan Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi dalam putaran kedua, meski awalnya Koizumi dianggap sebagai kandidat terkuat. Kemenangannya juga terjadi setelah pengunduran diri Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada 7 September, akibat hasil buruk koalisi dalam pemilihan Majelis Tinggi pada Juli.
Sanae Takaichi akan menjabat sebagai perdana menteri selama dua tahun mendatang, menggantikan masa jabatan Ishiba yang tersisa hingga September 2027. Dengan terpilihnya Takaichi, Jepang akan mengalami perubahan kepemimpinan yang signifikan, terutama karena dia adalah perempuan pertama yang menduduki posisi perdana menteri. Namun, pelantikan resminya sebagai pemimpin masih menunggu penetapan tanggal.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Takaichi adalah kondisi internal LDP, di mana mitra koalisinya, Komeito, lebih memilih sosok pemimpin yang moderat. Sejak pembunuhan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe pada 2022, kepemimpinan LDP berhadapan dengan sejumlah isu, termasuk dugaan penyalahgunaan dana kampanye oleh faksi Abe.
Takaichi dikenal dekat dengan pandangan konservatif Abe dan selama masa jabatannya sebagai Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi, ia dikenal karena sikap kerasnya, terutama terkait dengan isu diplomasi dan keamanan. Ia menyatakan ambisi untuk memperkuat sistem keamanan Jepang menghadapi ancaman yang beragam. Dalam pidato kemenangannya, Takaichi menegaskan pentingnya kerja keras anggota LDP untuk membangun kembali partai.
Kepemimpinannya juga memunculkan spekulasi tentang hubungan diplomatik Jepang, terutama terkait kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat. Takaichi menggarisbawahi perlunya mempertahankan kepentingan Jepang dalam perjanjian investasi yang bernilai 550 miliar dolar AS, bahkan menyatakan kemungkinan untuk meninjau kembali kesepakatan tersebut.
Di sisi lain, sikap Takaichi yang konservatif dan pandangannya mengenai sejarah Perang Dunia II juga mendapatkan perhatian. Ia diketahui pernah mengkritik buku teks yang dianggapnya tidak mencerminkan prestasi Jepang dan pernah mengunjungi Kuil Yasukuni, yang kerap menjadi sumber ketegangan diplomatik dengan negara-negara tetangga, termasuk Korea Selatan dan China.
Dengan pelantikan Takaichi, banyak pihak memperhatikan langkah-langkah kebijakan yang akan diambilnya untuk menghadapi sejumlah tantangan politik dan sosial yang ada. Kemenangannya menunjukkan perubahan arah dalam kepemimpinan Jepang, sembari membawa harapan bagi masa depan politik Jepang yang lebih inklusif.