Berita

Jenang Sapar: Tradisi Kuliner Jawa Penuh Makna di Bulan Safar

Avatar photo
5
×

Jenang Sapar: Tradisi Kuliner Jawa Penuh Makna di Bulan Safar

Sebarkan artikel ini

Jenang Sapar: Tradisi Kuliner yang Penuh Makna di Bulan Safar

Surabaya – Di tengah beragam tradisi kuliner di Indonesia, terutama di Jawa, Jenang Sapar menjadi sajian khas yang dikenal luas, khususnya pada bulan Safar dalam kalender Hijriah. Kudapan manis ini, yang dibuat dari campuran ketan atau singkong dan gula merah, menyuguhkan cita rasa legit yang disenangi berbagai kalangan. Lebih dari sekadar makanan, Jenang Sapar juga menjadi simbol doa, harapan, dan kebersamaan bagi masyarakat Jawa Timur.

Tradisi membuat dan membagikan Jenang Sapar mengakar kuat dalam budaya masyarakat Jawa, dan diyakini berasal dari dakwah Sunan Kalijaga. Melalui seni kuliner, Sunan Kalijaga menyebarkan nilai-nilai Islam yang mendalam. Terlebih lagi, proses pembuatan dan pembagian Jenang Sapar menjadi momen spesial untuk memperkuat jalinan silaturahmi antar tetangga dan keluarga.

Apa Itu Jenang Sapar?

Jenang Sapar, atau dikenal pula dengan jenang grendul, terdiri atas dua komponen utama: grendul dan kuah gula merah. Grendul terbuat dari adonan tepung singkong atau ketan yang dibentuk bulat kecil, sedangkan kuahnya terbuat dari gula merah yang memberikan warna coklat pekat. Dengan tambahan kuah santan gurih, jenang ini menciptakan harmoni rasa yang manis, gurih, dan sedikit lengket. Kehadirannya menjadi simbol kehangatan dalam kebersamaan, terutama pada bulan Safar.

Selama bulan Safar, jenang ini tidak hanya dinikmati di rumah, tetapi juga kerap dibagikan kepada tetangga sebagai bentuk rasa syukur dan menjaga hubungan sosial. Hal ini mencerminkan pentingnya kebersamaan dalam masyarakat Jawa.

Resep Praktis Jenang Sapar Khas Jatim

Bagi masyarakat yang ingin mencoba membuat Jenang Sapar di rumah, berikut resep sederhana yang dapat diikuti:

Bahan Utama:

  • 200 gram singkong, kupas dan parut
  • 25 gram gula aren
  • 40 gram gula pasir
  • 375 ml air
  • ½ sdt garam
  • 2 lembar daun pandan, disobek
  • 50 gram tepung tapioka/kanji
  • 5 buah nangka, potong kecil

Bahan Saus Santan:

  • 250 ml santan kental
  • 1 lembar daun pandan
  • ½ sdt garam

Cara Membuat:

  1. Membuat Grendul: Peras singkong parut hingga kering, bulatkan seukuran kelereng, dan campurkan dengan tepung tapioka.
  2. Membuat Kuah: Rebus gula aren dan gula pasir dengan air hingga larut. Saring dan rebus kembali dengan daun pandan dan garam.
  3. Memasak Grendul: Masukkan grendul ke dalam kuah gula hingga matang.
  4. Membuat Saus Santan: Masak santan dengan daun pandan dan garam hingga mendidih.
  5. Penyajian: Sajikan grendul dalam mangkuk, siram dengan saus santan, dan nikmati dalam keadaan hangat.

Filosofi Jenang Sapar

Jenang Sapar tidak hanya lezat, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Dalam tradisi Jawa, hidangan ini memiliki hubungan dengan kisah keagamaan, seperti Nabi Musa yang selamat dari kejaran Fir’aun. Dalam konteks ini, kuah jenang diibaratkan sebagai lautan, sementara grendul menggambarkan pasukan Fir’aun yang tenggelam.

Tradisi pembuatan Jenang Sapar diinisiasi oleh Sunan Kalijaga sebagai media dakwah. Grendul melambangkan asal usul manusia, sedangkan warna kuahnya menyimbolkan darah kehidupan.

Makna Sosial dan Religius

Lebih dari sekadar hidangan, Jenang Sapar berfungsi sebagai sarana untuk mempererat hubungan sosial. Dengan membagikan jenang kepada keluarga dan tetangga, masyarakat mengungkapkan rasa syukur dan doa agar tetap terhindar dari berbagai marabahaya. Makna filosofis ini menekankan pentingnya rukun dan saling melengkapi dalam kehidupan, mengingat bahwa setiap manusia berasal dari satu asal yang sama.

Dengan demikian, Jenang Sapar bukan hanya sekadar kuliner, tetapi juga menjadi bagian integral dari nilai-nilai sosial dan spiritual masyarakat Indonesia.