Berita

Jejak Uang Hibah Pokmas: KPK Periksa Politisi Blitar, Bongkar Skema Rente APBD Jatim

Avatar photo
12
×

Jejak Uang Hibah Pokmas: KPK Periksa Politisi Blitar, Bongkar Skema Rente APBD Jatim

Sebarkan artikel ini

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melanjutkan penyidikan terhadap dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur periode 2019 hingga 2022. Sejumlah nama kembali dipanggil, termasuk Yohan Tri Waluyo, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Blitar.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pemanggilan terhadap Yohan dilakukan untuk menelusuri jejak aliran dana yang diduga berkaitan dengan proses pengurusan hibah pokmas. “Kami mendalami keterkaitan saksi dengan aliran uang dalam proses mendapatkan hibah pokmas,” ujarnya kepada media, Selasa (15/7/2025).

Pemeriksaan berlangsung pada Senin (14/7), bertempat di Mapolres Kota Blitar. Selain Yohan, dua saksi lainnya turut dimintai keterangan, yakni Handri Utomo dan Sa’ean Choir. Sementara dua saksi lain, Totok Hariyadi dan Puguh Supriadi, dilaporkan belum memenuhi panggilan penyidik.

Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap kelima individu tersebut sebagai bagian dari pengembangan perkara tindak pidana korupsi terkait pengurusan dana hibah pokmas dari APBD Jatim tahun anggaran 2021–2022. Kelimanya tercatat sebagai pihak swasta maupun yang memiliki relasi erat dengan proses pencairan hibah.

“Pemeriksaan terhadap lima saksi ini penting untuk mengurai konstruksi perkara, terutama dalam aspek distribusi dan mekanisme aliran dana hibah,” jelas Budi.

Penyidikan ini merupakan kelanjutan dari kasus yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak, yang sebelumnya ditangkap dalam operasi tangkap tangan. Setelah pengembangan perkara, KPK menetapkan 21 orang sebagai tersangka.

“Pada 5 Juli 2024, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan hibah pokmas dari APBD Jatim tahun anggaran 2019 sampai 2022,” ungkap Tessa Mahardhika, juru bicara KPK saat itu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta (12/7/2024).

Dari 21 tersangka yang ditetapkan, empat orang merupakan penyelenggara negara yang diduga sebagai penerima suap. Sementara 17 tersangka lainnya diduga sebagai pemberi, yang terdiri dari 15 pihak swasta dan dua pejabat negara.

Skema korupsi ini disebut berlangsung secara sistematis, dengan pola penyaluran hibah yang telah dimanipulasi sejak awal proses pengajuan. Dalam banyak kasus serupa, hibah pokmas kerap menjadi celah untuk permainan politik anggaran, di mana dana publik yang sejatinya ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat justru mengalir ke kantong pribadi oknum tertentu.

Pemeriksaan para saksi ini dipandang penting untuk membongkar pola relasi dan jejaring antara aktor politik, pengusaha lokal, serta pihak-pihak yang memfasilitasi pencairan hibah secara non-prosedural. Dalam beberapa temuan, hibah pokmas diduga digunakan untuk pembiayaan kegiatan politik, termasuk kampanye terselubung dan penggalangan suara menjelang pemilu.

Meski belum semua saksi hadir, KPK menyatakan akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap mereka yang mangkir. Penelusuran terhadap transaksi keuangan, pemetaan hubungan antaraktor, dan rekam jejak permohonan hibah masih terus didalami.

Sejumlah pihak berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk reformasi besar dalam sistem penyaluran dana hibah daerah, yang selama ini sering tidak transparan dan rentan disalahgunakan. Sebab, alih-alih menjadi instrumen pemberdayaan, hibah pokmas telah menjelma jadi ladang baru bagi praktik rente dan kompromi kekuasaan.

KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini hingga ke akar-akarnya, termasuk memeriksa kemungkinan keterlibatan pejabat daerah lainnya. Proses penyidikan disebut akan terus berkembang seiring pengumpulan bukti dan keterangan dari para saksi kunci yang telah dijadwalkan.