Internasional

Israel Tawar Relokasi Warga Gaza ke Sudan Selatan, Ditolak Dunia

Avatar photo
3
×

Israel Tawar Relokasi Warga Gaza ke Sudan Selatan, Ditolak Dunia

Sebarkan artikel ini

Rencana Relokasi Warga Gaza ke Sudan Selatan Menuai Kontroversi

Jakarta – Pemerintah Israel dilaporkan sedang melakukan perundingan dengan Sudan Selatan mengenai kemungkinan relokasi sebagian warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara tersebut. Informasi ini dibagikan oleh enam sumber yang mengetahui proses tersebut kepada Associated Press. Meskipun masih dalam tahap awal, rencana ini dapat dianggap sebagai pemindahan warga yang telah lama menderita akibat konflik, ke wilayah lain yang juga tengah mengalami krisis perang dan kelaparan.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam wawancara dengan saluran televisi Israel i24, menyatakan keinginannya untuk merealisasikan visi mantan Presiden AS Donald Trump, yang mengusulkan migrasi sukarela bagi penduduk Gaza. Netanyahu menjelaskan, “Saya percaya tindakan yang benar adalah memberikan kesempatan bagi penduduk untuk meninggalkan kawasan tersebut dan meneruskan pertempuran melawan musuh yang tersisa.” Namun, ia tidak menyebutkan Sudan Selatan dalam wawancaranya.

Sumber-sumber mengungkapkan bahwa Israel telah mengajukan proposal serupa kepada beberapa negara Afrika lainnya untuk menampung warga Gaza. Rencana ini telah menuai penolakan dari Palestina, organisasi hak asasi manusia, serta mayoritas masyarakat internasional, yang melihatnya sebagai bentuk pengusiran paksa yang melanggar hukum internasional. Banyak warga Gaza yang menyatakan ketidaknadaan niat untuk meninggalkan wilayah mereka, meski dalam kondisi yang sangat sulit.

Warga Gaza, yang terjepit dalam situasi sulit, ragu untuk meninggalkan tempat mereka mengingat kemungkinan tidak diizinkannya kembali ke rumah. Kekhawatiran bahwa relokasi ini bisa memudahkan pencaplokan wilayah Gaza oleh Israel, serta pembangunan permukiman Yahudi, menciptakan ketidakpastian yang besar di kalangan penduduk.

Sudan Selatan sendiri tengah menghadapi tantangan serius, berjuang melewati dampak dari perang saudara yang terakumulasi sejak kemerdekaannya. Konflik ini mengakibatkan hampir 400.000 orang tewas dan melahirkan krisis kelaparan yang parah. Negara ini, walaupun kaya akan sumber daya minyak, masih bergelut dengan masalah kebangkitan politik dan ketidakstabilan, serta ketergantungan pada bantuan internasional untuk menjamin kebutuhan makan bagi 11 juta penduduknya.

Edmund Yakani, seorang pemimpin kelompok masyarakat sipil di Sudan Selatan, mengungkapkan bahwa warga negara tersebut berhak untuk mengetahui lebih detail mengenai siapa yang akan datang dan untuk berapa lama. Ia menegaskan, “Sudan Selatan tidak seharusnya menjadi tempat pembuangan orang. Dan bukan hal yang tepat menjadikan warga Gaza sebagai alat untuk meraih kepentingan politik.”

Sementara itu, pejabat Sudan Selatan membantah keterlibatan mereka dalam diskusi mengenai penempatan warga Gaza. Namun, pembicaraan mengenai kemungkinan pengiriman warga Palestina ke Sudan Selatan menjadi perhatian pemerintah AS, meskipun mereka tidak terlibat langsung dalam negosiasi.

Joe Szlavik, pendiri sebuah firma lobi di AS yang berhubungan dengan Sudan Selatan, mengatakan bahwa delegasi Israel akan mengunjungi negara itu untuk membahas pembangunan kamp bagi warga Gaza. Tanggal kunjungan tersebut belum ditentukan, dan Israel sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait hal ini.

Kementerian Luar Negeri AS menolak untuk memberikan komentar terkait isu ini, tetapi analis dan jurnalis menegaskan bahwa hubungan baru antara Israel dan Sudan Selatan dapat memberikan keuntungan bagi keduanya, terutama dalam konteks hubungan diplomatik dan keamanan di kawasan Timur Tengah yang kian kompleks.