Seorang pejabat senior Iran baru-baru ini menuduh Israel menggunakan praktik “ilmu gaib dan roh supernatural” selama perang yang berlangsung selama 12 hari dengan Iran. Abdollah Ganji, mantan pemimpin redaksi surat kabar Javan yang berafiliasi dengan Garda Revolusi Iran (IRGC), mengklaim bahwa banyak kejadian aneh terjadi selama periode tersebut.
Ganji, dalam kicauannya, menunjukkan bahwa Israel sering meminta bantuan praktik okultisme dalam setiap konflik yang mereka hadapi. Ia menyebutkan bahwa setelah perang, ditemukan beberapa lembar kertas di jalanan Teheran berisi jimat dengan simbol-simbol Yahudi. “Pada tahun pertama perang Gaza, kabar beredar bahwa Netanyahu telah bertemu dengan para ahli ilmu gaib,” tambahnya.
Tuduhan ini sejalan dengan pernyataan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang sebelumnya menyebut bahwa musuh-musuh Iran dan dinas intelijen Barat serta Ibrani memanfaatkan ilmu gaib dan makhluk jin untuk kepentingan mata-mata. Hal ini menggambarkan bagaimana ketegangan antara kedua negara telah merembet hingga ke ranah yang dianggap tidak masuk akal.
Sebagai tanggapan, akun resmi intelijen Israel, Mossad, mengkritik pernyataan Ganji dengan mengatakan, “Mengonsumsi narkoba dan berbicara dengan jin bukanlah karakteristik yang pantas dimiliki oleh seorang pemimpin negara.” Unggahan tersebut direspons dengan humor oleh Penasihat Politik Israel untuk Perwakilan Tetap Israel di PBB, Waleed Gadban, yang menambahkan komentar berbahasa Farsi dan emoji hantu.
Pernyataan Ganji menyoroti pola pemanfaatan retorika yang sering kali muncul dalam konflik internasional, di mana pihak-pihak bersangkutan cenderung memperburuk situasi dengan memasukan elemen mistis dalam retorika mereka. Dalam konteks Indonesia, sikap dan pandangan terhadap isu ini bisa mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang ketegangan antara negara-negara di Timur Tengah.
Bagi masyarakat Indonesia, yang dikenal memiliki keragaman kepercayaan dan pandangan spiritual, tuduhan semacam ini bisa menimbulkan reaksi beragam. Beberapa mungkin melihatnya sebagai bagian dari dinamika konflik yang sudah berlangsung lama, sementara yang lain mungkin merasa skeptis terhadap klaim yang tidak bercokol pada bukti nyata.
Situasi ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang memicu konflik antar negara. Meski berita semacam ini cenderung menciptakan sensasi, masyarakat perlu menghargai pentingnya sumber yang akurat dan koneksi antara kejadian internasional dan dampaknya terhadap kestabilan regional.
Selain itu, dalam era informasi saat ini, penting bagi publik untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang berlebihan tanpa bukti konkret. Penjagaan terhadap informasi yang masuk ke dalam masyarakat dapat membantu menciptakan pendapat umum yang lebih teredukasi tentang isu-isu internasional, terutama yang berkaitan dengan keamanan dan stabilitas di kawasan.
Dengan demikian, meskipun tuduhan semacam ini melibatkan praktik yang dianggap tidak rasional, dampaknya terhadap persepsi publik dan stabilitas kawasan sangat signifikan. Masyarakat Indonesia perlu terus memperbaharui pemahaman mereka terhadap isu global, sehingga bisa mengambil posisi yang lebih bijaksana di saat dunia menghadapi berbagai tantangan kompleks.