Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengumumkan statuses siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di enam kabupaten, yaitu Toba, Dairi, Karo, Samosir, Simalungun, dan Humbang Hasundutan. Pengumuman ini disampaikan Bobby usai rapat pemantauan penanganan karhutla secara daring di Medan, pada Senin lalu.
Pernyataan ini merujuk pada Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188/22/461/KPTS/2025, yang menetapkan status siaga darurat terkait bencana karhutla di provinsi tersebut. Di tengah peningkatan kasus kebakaran hutan yang sering terjadi, langkah ini menjadi penting untuk melindungi tidak hanya lingkungan, tetapi juga kesehatan masyarakat yang berisiko terkena dampak kabut asap.
Pemerintah Provinsi Sumut, melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), telah melakukan beragam upaya untuk menanggulangi karhutla. Salah satu langkah strategis adalah berkolaborasi dengan berbagai instansi daerah untuk memadamkan api di lokasi-lokasi rawan kebakaran. Selain itu, BPBD juga menyediakan air bersih lewat mobil tangki untuk mengatasi kekeringan di Kabupaten Samosir.
Kolaborasi ini termasuk bimbingan teknis dari Balai Pengendalian Kebakaran Hutan untuk menciptakan satuan tugas yang lebih efektif dalam menangani kebakaran. Selain itu, operasi modifikasi cuaca juga dilaksanakan di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba untuk meningkatkan peluang turun hujan dan mengurangi risiko kebakaran lebih lanjut.
Sementara itu, Kepala BNPB, Suharyanto, menegaskan bahwa meski Sumatera Utara tidak menjadi provinsi prioritas dalam penanganan karhutla di Indonesia, pemerintah pusat tetap akan memberikan dukungan sesuai kebutuhan. Catatan ini penting bagi masyarakat, mengingat dampak kebakaran hutan dapat meluas hingga wilayah yang terdampak akibat kabut asap, yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, juga meminta semua pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam menangani masalah karhutla. Ia menyoroti bahwa keberhasilan dalam menurunkan angka kebakaran hutan di tahun-tahun sebelumnya dapat terjadi berkat kerjasama antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Dari perspektif masyarakat, situasi ini menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah langkah-langkah yang dilakukan pemerintah sudah memadai untuk melindungi lingkungan dan kesehatan komunitas? Kebakaran hutan tidak hanya merusak sumber daya alam, tetapi juga mempengaruhi kualitas udara dan membuat beberapa daerah dipenuhi dengan asap, yang berdampak pada aktivitas sehari-hari masyarakat.
Masyarakat di kawasan terdampak diharapkan untuk bisa berpartisipasi dalam upaya pencegahan karhutla. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan melaporkan kejadian awal kebakaran bisa sangat berkontribusi dalam mengurangi risiko bencana ini. Dengan partisipasi aktif dari semua elemen masyarakat, harapannya adalah agar kondisi ini tidak hanya ditangani oleh pemerintah tetapi juga oleh kepedulian bersama.
Dengan situasi ini, diharapkan masyarakat tetap waspada dan melibatkan diri dalam usaha menjaga lingkungan, demi masa depan yang lebih baik. Keberhasilan penanganan karhutla sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah dan masyarakat, dalam menjaga ekosistem serta kesehatan publik.