Internasional

Duterte Didakwa Tiga Kejahatan Kemanusiaan di ICC, Termasuk 76 Pembunuhan

Avatar photo
2
×

Duterte Didakwa Tiga Kejahatan Kemanusiaan di ICC, Termasuk 76 Pembunuhan

Sebarkan artikel ini

Jakarta, CNN Indonesia — Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina, kini menghadapi dakwaan serius di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terkait tiga tuduhan kejahatan kemanusiaan. Dakwaan ini muncul dari program kontroversialnya yang dikenal sebagai “perang melawan narkoba” yang dilaksanakan saat menjabat sebagai presiden. Tuduhan ini mencakup keterlibatannya dalam setidaknya 76 pembunuhan yang diklaim dilakukan untuk memberantas narkoba.

Dakwaan ini dikeluarkan pada 4 Juli 2025 dan baru dipublikasikan pada Senin, 23 September 2025. Saat ini, Duterte berusia 80 tahun dan tengah ditahan di ICC di Den Haag, Belanda. Dalam dakwaan tersebut, jaksa ICC merinci perannya sebagai pelaku dalam beberapa aksi pembunuhan yang terjadi di Filipina.

Dakwaan pertama menyoroti keterlibatan Duterte dalam 19 pembunuhan yang terjadi antara 2013 dan 2016, saat dia menjabat sebagai Wali Kota Davao. Dakwaan kedua melibatkan 14 pembunuhan yang dianggap sebagai ‘Target Bernilai Tinggi’ antara tahun 2016 dan 2017, saat Duterte sudah menjadi Presiden. Terakhir, dakwaan ketiga mencakup 43 pembunuhan yang dilakukan selama operasi pembersihan terhadap pengguna dan pengedar narkoba tingkat rendah di seluruh Filipina antara 2016 dan 2018.

Jaksa ICC menghargai bahwa “skala korban yang sebenarnya selama periode yang didakwakan jauh lebih besar,” dan menjelaskan bahwa “kejadian tersebut mencakup ribuan pembunuhan, yang dilakukan secara konsisten.” Laporan dari organisasi hak asasi manusia menyebut bahwa tindakan Duterte telah mengakibatkan kematian ribuan individu selama masa jabatannya.

Dalam tanggapan terhadap dakwaan ini, pengacara Duterte, Nicholas Kaufman, mengklaim bahwa kliennya tidak dapat diadili karena masalah kognitif yang dialami. Kaufman juga meminta ICC untuk menunda proses peradilan terhadap Duterte tanpa batas waktu.

Duterte ditangkap pada 11 Maret 2025 di Manila dan langsung diterbangkan ke Belanda untuk menjalani proses hukum. Sejak penangkapannya, dia ditahan di unit penahanan ICC di Penjara Scheveningen. Pada sidang pertamanya, Duterte mengikuti proses melalui tautan video. Dalam tampilan itu, ia terlihat linglung dan lemah, dengan kemampuan berbicara yang terbatas.

Kasus ini semakin menyoroti tantangan dalam penegakan hukum internasional dan keberlanjutan program-program yang berdampak pada hak asasi manusia. Dengan tuduhan yang sangat serius ini, nasib Duterte di ICC akan menjadi sorotan dunia, menggugah diskusi tentang tanggung jawab pemimpin negara terhadap tindakan yang diambil selama masa jabatannya.