Berita

DPR RI Setujui Permohonan Abolisi untuk Tom Lembong dalam Kasus Korupsi Gula

Avatar photo
3
×

DPR RI Setujui Permohonan Abolisi untuk Tom Lembong dalam Kasus Korupsi Gula

Sebarkan artikel ini

DPR RI Berikan Persetujuan Pemberian Abolisi kepada Tom Lembong, Masyarakat Menyikapi Dengan Beragam Reaksi

Pada Kamis malam, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah memberikan persetujuan terhadap permohonan pemberian abolisi yang diajukan oleh Presiden RI Prabowo Subianto untuk mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada periode 2015–2016. Keputusan ini mengundang perhatian publik dan kritik, khususnya terkait dengan dampaknya terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengonfirmasi persetujuan tersebut melalui pernyataannya. “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 mengenai permohonan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi kepada saudara Tom Lembong,” ujarnya.

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, juga menjelaskan bahwa inisiatif untuk memberikan abolisi kepada Lembong berasal darinya. Menurutnya, proses ini diusulkan kepada Presiden Prabowo dan ditandatangani dalam surat permohonan yang ia ajukan. Supratman menekankan bahwa setelah abolisi diberikan, segala proses hukum yang sedang berjalan terhadap Lembong akan dihentikan, menunggu keputusan lebih lanjut dari Presiden.

“Kami menghentikan semua proses hukum tersebut. Jika Presiden, berdasar pertimbangan DPR, kemudian menerbitkan keputusan, maka itu akan menjadi final,” tambahnya.

Keputusan ini tidak sepi dari sorotan publik. Beberapa kelompok masyarakat mempertanyakan integritas sistem hukum Indonesia ketika mantan pejabat teras bisa menghindari jeratan hukum. Sejumlah aktivis anti-korupsi mengekspresikan kekhawatiran bahwa langkah DPR dan Presiden ini berpotensi membuka celah bagi praktik korupsi lainnya. Pendapat ini disampaikan oleh salah satu juru bicara lembaga non-pemerintah yang menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum, di mana hanya mereka yang dekat dengan kekuasaan yang bisa mendapatkan pengampunan.

Di sisi lain, sejumlah pendukung Tom Lembong berpendapat bahwa abolisi adalah langkah yang tepat untuk membersihkan nama baiknya. Mereka berargumen bahwa Lembong tidak terlibat langsung dalam praktik korupsi yang dituduhkan. Menurut mereka, beberapa tindakan dalam konteks situasi tersebut bisa dianggap sebagai kebijakan yang membutuhkan interpretasi yang lebih luas.

Dalam konteks sosial-politik yang lebih besar, pemberian abolisi ini kembali mengangkat isu kepercayaan publik terhadap institusi negara dan penegakan hukum. Banyak masyarakat yang merasa frustasi melihat bahwa kasus-kasus korupsi sering kali berujung pada hasil yang menguntungkan bagi mereka yang memiliki kekuasaan. Hal ini menghasilkan ketidakpuasan yang mendalam dalam masyarakat yang berharap kepada pemerintah untuk menegakkan keadilan secara adil dan merata.

Sementara itu, di media sosial, warganet tidak ketinggalan membahas isu ini. Berbagai pendapat, dari dukungan hingga kritik tajam, menghiasi platform-platform digital, menunjukkan bahwa isu ini sangat relevan dan menjadi bahan diskusi yang hangat di kalangan masyarakat.

Dalam situasi di mana kepercayaan publik terhadap penegakan hukum menurun, penting bagi pemerintah dan institusi terkait untuk memberikan kejelasan dan transparansi. Mengingat bahwa keputusan abolisi ini bisa jadi menjadi preseden yang akan memengaruhi bagaimana hukum diterapkan di Indonesia ke depan. Sejalan dengan dinamika politik yang selalu berubah, masyarakat berharap untuk melihat tindakan nyata dari pemerintah dalam memberantas korupsi dan mendukung integritas hukum yang lebih kuat.