Protes Terhadap Keluarga Discaya: Dugaan Korupsi Proyek Penanganan Banjir Mengguncang Filipina
Jakarta, CNN Indonesia – Ratusan massa menggeruduk kantor St. Gerrard Construction General Contractor and Development Corporation di Pasig City, Filipina, pada Kamis (4/9). Aksi ini dipicu oleh tuduhan keterlibatan perusahaan yang dimiliki keluarga pengusaha kontraktor Cezarah “Sarah” Discaya dan suaminya, Pacifico “Curlee” Discaya, dalam skandal korupsi proyek pengendalian banjir di negara tersebut.
Massa yang terdiri dari korban banjir dan aktivis lingkungan menuntut dengan keras agar Discaya dan suaminya dihukum atas dugaan penyelewengan dana yang merugikan masyarakat. Para demonstran meneriakkan kata “magnanakaw” (pencuri) dan “ikulong” (penjarakan), serta menuliskan seruan tersebut di gerbang kantor. Sebagian dari mereka bahkan melemparkan lumpur dan batu sebagai bentuk protes.
Menanggapi aksi tersebut, kuasa hukum keluarga Discaya, Cornelio Samaniego III, menyatakan bahwa mereka akan mengajukan tuntutan pidana terhadap penyelenggara demonstrasi. “Kami sedang mengumpulkan bukti dari rekaman CCTV untuk tindakan hukum selanjutnya,” ungkapnya. Samaniego juga menambahkan bahwa ketakutan melanda keluarga Discaya akibat situasi ini dan meminta perlindungan dari Kepolisian Nasional Filipina (PNP).
Skandal ini terjadi di tengah konteks bencana banjir yang melanda Filipina, di mana banyak wilayah masih terkena dampak meski proyek pengendalian banjir sudah dimulai sejak 2022. Investigasi menunjukkan bahwa dana miliaran peso diduga diselewengkan melalui proyek-proyek fiktif, memicu kemarahan warga yang terdampak.
Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., yang akrab disapa Bongbong, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait skandal ini dan menyebutkan bahwa proyek tersebut telah mempertaruhkan keselamatan banyak warga. Ia mengungkapkan hanya 15 dari 2.409 kontraktor yang terakreditasi menerima dana sebesar P100 miliar untuk proyek mitigasi bencana, termasuk dua perusahaan milik keluarga Discaya.
Sebagai langkah lanjutan, pada hari yang sama dengan protes, Bongbong mengumumkan rencananya untuk membentuk sebuah komisi independen guna menyelidiki kasus korupsi tersebut. Staf kantor komunikasi presiden, Claire Castro, menjelaskan bahwa perintah eksekutif untuk pembentukan komisi sudah dalam tahap penyelesaian, yang akan menjelaskan ruang lingkup tugas dan kekuasaan badan tersebut.
“Presiden menginginkan komisi independen ini diberikan kekuatan penuh agar dapat menjalankan tugasnya dengan efektif,” kata Castro. Komisi ini akan memiliki wewenang untuk memanggil saksi dan meminta dokumen terkait untuk mendukung penyelidikan mereka. Pelanggaran terhadap panggilan komisi dapat berujung pada sanksi hukum, dengan pelaku terancam enam bulan penjara.
Skandal ini terus mengguncang masyarakat Filipina, dengan harapan yang semakin meningkat agar keadilan ditegakkan. Protes yang terjadi di kantor Discaya mencerminkan kemarahan publik terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan perlunya transparansi dalam pengelolaan dana publik untuk proyek-proyek yang penting bagi keselamatan warga.