Aksi Demo Anarkis Pasca-Meninggalnya Affan Kurniawan: Infrastruktur Terpuruk dan Kerugian Mencapai Rp900 Miliar
Aksi demonstrasi yang terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah lain, dipicu oleh meninggalnya Affan Kurniawan pada 28 Agustus 2025, berujung pada kerusakan besar-besaran terhadap fasilitas umum. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum, kerugian infrastruktur akibat tindakan anarkis ini diperkirakan mencapai hampir Rp900 miliar, dengan Jawa Timur dan Makassar sebagai wilayah terdampak paling parah.
Kejadian ini dimulai dengan unjuk rasa damai yang kemudian berbalik menjadi kerusuhan. Di berbagai lokasi, seperti Jakarta, Jawa Timur, dan Makassar, demonstran melakukan aksi pembakaran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), halte-halte bus, gerbang tol, serta Gedung Negara Grahadi yang merupakan salah satu bangunan bersejarah. Tindakan ini menimbulkan kehancuran yang signifikan dan mengganggu kestabilan sosial di masyarakat.
Sumber yang dapat dipercaya dari Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan bahwa kerusakan yang dialami telah menciptakan dampak jangka panjang bagi masyarakat. Fasilitas umum yang rusak mencakup infrastruktur transportasi dan bangunan publik yang sangat dibutuhkan oleh warga sehari-hari. Kerugian ini akan mempengaruhi anggaran pemerintah daerah dalam jangka waktu yang panjang, sehingga mempengaruhi alokasi dana untuk pembangunan dan pelayanan publik lainnya.
Latar belakang meninggalnya Affan Kurniawan, yang diduga melibatkan tindakan pihak berwenang, memicu kemarahan di kalangan masyarakat. Mereka merasa kehilangan dan tidak puas dengan penanganan kasus ini. Banyak yang menuntut keadilan dan transparansi, yang pada gilirannya menyalakan api protes yang lebih besar di berbagai tempat.
Dari sudut pandang masyarakat, kejadian ini menciptakan ketidakpastian dan ketegangan. Banyak warga yang merasa ketakutan berada di lingkungan yang tidak lagi aman. Apalagi dengan kerusuhan yang meluas, yang menyebabkan kerugian materiil. Hal ini juga berdampak pada aktivitas ekonomi di daerah tersebut, di mana banyak usaha kecil terpaksa ditutup akibat kerusuhan.
Mewakili suara masyarakat, seorang aktivis lokal menyatakan, “Kami hanya ingin keadilan. Namun, tindakan yang kami ambil justru mengakibatkan kehancuran. Ini bukan cara kami mengungkapkan ketidakpuasan.”
Situasi ini menjadi perhatian tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga untuk organisasi masyarakat sipil yang berupaya mendampingi korban kerusuhan. Mereka menilai bahwa pentingnya dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat untuk menghindari ketegangan di masa mendatang.
Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pemeliharaan infrastruktur dan fasilitas publik, saat ini perlu ada langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki kerusakan sekaligus menangani permasalahan dasar yang memicu aksi demonstrasi. Penanganan yang baik akan memainkan peran kunci dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pemerintah.
Kerusuhan ini menjadi pelajaran berharga untuk semua pihak bahwa sebuah isu sosial, jika tidak ditangani dengan baik, dapat berakibat fatal. Keberlanjutan pembangunan yang harmonis hanya dapat terwujud jika semua stakeholder, termasuk masyarakat, dilibatkan secara aktif dalam prosesnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk memastikan bahwa suara masyarakat didengar tanpa harus mengorbankan keselamatan dan fasilitas yang sudah ada.