Candi Penataran: Pesona Sejarah Hindu di Lereng Gunung Kelud

Tak Berkategori40 Dilihat

Candi Penataran, atau yang dikenal sebagai Candi Palah, adalah salah satu kompleks candi Hindu terbesar dan termegah di Jawa Timur. Terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, candi ini menawarkan perpaduan sejarah, arsitektur, dan nilai spiritual yang memikat. Dengan lokasinya di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut, Candi Penataran bukan hanya destinasi wisata sejarah, tetapi juga cerminan kejayaan Kerajaan Kediri dan Majapahit. Artikel ini akan mengulas sejarah, arsitektur, relief, serta daya tarik Candi Penataran sebagai destinasi wisata budaya yang wajib dikunjungi, dengan pendekatan reflektif, filosofis, dan sedikit satire untuk menambah kesan menarik.

Sejarah Candi Penataran: Jejak Kerajaan Kediri dan Majapahit

Candi Penataran pertama kali dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Srengga dari Kerajaan Kediri, yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa. Berdasarkan Prasasti Palah (1197 M), candi ini awalnya didirikan sebagai candi gunung untuk upacara pemujaan guna menangkal bahaya letusan Gunung Kelud. Nama “Palah” sendiri mencerminkan fungsi spiritualnya sebagai tempat suci. Kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca juga menyebutkan bahwa Raja Hayam Wuruk dari Majapahit (1350–1389) sering mengunjungi candi ini untuk pemujaan kepada Hyang Acalapati, perwujudan Dewa Siwa sebagai Girindra (raja penguasa gunung).

Ada dugaan bahwa Candi Penataran menjadi tempat pendharmaan Ken Arok, pendiri Kerajaan Singasari, karena kesamaan nama Girindra dengan salah satu wangsa yang diturunkannya. Selain itu, legenda lokal menyebutkan bahwa Mahapatih Gajah Mada mengucapkan “Sumpah Palapa” di candi ini, meskipun ini masih menjadi perdebatan. Candi ini terus berkembang hingga masa pemerintahan Wikramawardhana (1415 M), ditandai dengan angka tahun 1337 Saka pada dinding kolam candi. Ironisnya, setelah kejayaan Majapahit meredup, candi ini terabaikan hingga ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada 1815. Baru pada 1995, candi ini diajukan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, menegaskan nilai universalnya.

Arsitektur Candi Penataran: Keunikan Langgam Jawa Timur

Candi Penataran membentang seluas 12.946 meter persegi, terbagi menjadi tiga halaman: depan, tengah, dan belakang, yang dipisahkan oleh dinding batu bata. Berbeda dengan candi Jawa Tengah seperti Candi Sewu yang mengikuti pola mandala konsentrik, Candi Penataran mengadopsi pola linear khas Jawa Timur, dengan bangunan membujur dari barat laut ke tenggara. Pola ini mirip dengan tata letak pura di Bali, menunjukkan kesinambungan budaya Hindu di Nusantara.

Pintu gerbang di halaman depan diapit oleh dua arca Dwarapala (penjaga pintu) setinggi 1,5 meter, yang oleh warga disebut “Reco Pentung.” Arca ini bertahun 1232 Saka (1310 M), menandakan peresmian candi sebagai Candi Negara pada masa Jayanegara dari Majapahit. Di halaman tengah, terdapat Candi Naga dengan relief naga yang disangga sembilan tokoh, melambangkan tahun 1208 Saka (1286 M). Halaman belakang menyimpan Candi Candra Sengkala (1369 M), yang dikenal sebagai Candi Brawijaya, dengan arca Ganesha di dalamnya. Keunikan arsitektur ini terletak pada ketidaksimetrisan, mencerminkan pembangunan bertahap selama beberapa abad.

Filosofis, tata letak ini seperti perjalanan spiritual manusia: dari duniawi di halaman depan menuju kesucian di halaman belakang, mendekati gunung sebagai simbol keilahian. Namun, dengan sedikit satire, kita bisa membayangkan betapa repotnya arsitek kuno merancang candi tanpa AutoCAD, namun hasilnya tetap memukau hingga kini.

Relief Candi Penataran: Kisah Epik dan Misteri Panji

Salah satu daya tarik utama Candi Penataran adalah koleksi reliefnya, yang menggambarkan kisah Ramayana dan Kresnayana. Relief ini bukan sekadar seni, tetapi juga cerminan kehidupan tokoh-tokoh yang didharmakan, seperti Ken Arok dan Ken Dedes, yang dianalogikan dengan Rama dan Sita atau Kresna dan Rukmini. Relief di Pendopo Teras (1375 M) bahkan menyimpan misteri kisah asmara Panji, yang digambarkan melalui sosok pria bertekes (penutup kepala) yang merindu kekasihnya di seberang lautan. Menurut peneliti Lydia Kieven, tekes ini mirip dengan budaya suku Maya, menambah dimensi misterius pada candi ini.

Relief ini mengajak kita merenung: di tengah teknologi modern, kita masih bisa belajar dari kisah cinta kuno yang diukir di batu, yang bertahan melawan waktu. Namun, dengan nada satire, mungkin kisah Panji ini adalah “drama romansa” pertama di Jawa, jauh sebelum sinetron modern menguasai layar kaca.

Daya Tarik Wisata Candi Penataran

Candi Penataran kini menjadi destinasi wisata unggulan di Jawa Timur, menarik wisatawan yang ingin menyelami sejarah dan budaya Hindu. Lokasinya yang dikelilingi panorama sawah dan pegunungan menciptakan suasana tenang, ideal untuk refleksi. Pengunjung dapat menjelajahi Bale Agung (tempat musyawarah pendeta), Candi Angka Tahun, dan berbagai arca seperti Ganesha dan Kala, yang memperkaya pengalaman budaya.

Candi ini juga menawarkan pelajaran tentang pelestarian. Meski sempat terabaikan, upaya pemugaran pemerintah telah menghidupkan kembali kejayaannya. Namun, tantangan seperti pencurian arca dan kerusakan lingkungan masih ada. Ini adalah satire kecil tentang bagaimana kita sering lebih sibuk mengabadikan candi di Instagram daripada memastikan kelestariannya untuk generasi mendatang.

Tips Mengunjungi Candi Penataran

  1. Waktu Terbaik: Kunjungi pada pagi atau sore hari untuk menghindari panas dan menikmati cahaya matahari yang memperindah relief.
  2. Rute: Dari Kota Blitar, candi berjarak sekitar 12 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau ojek online.
  3. Pakaian: Kenakan pakaian sopan karena ini adalah situs suci.
  4. Pemandu: Gunakan jasa pemandu lokal untuk memahami sejarah dan makna relief secara mendalam.
  5. Pelestarian: Jangan menyentuh relief atau membuang sampah sembarangan.

Mengapa Candi Penataran Layak Dikunjungi?

Candi Penataran bukan hanya tumpukan batu kuno, tetapi warisan yang menceritakan kepekaan spiritual, seni, dan kehidupan masyarakat Hindu di Jawa. Dalam kesederhanaannya, candi ini mengajarkan kita untuk menghargai sejarah, merenungkan makna hidup, dan menjaga harmoni dengan alam. Filosofis, candi ini seperti cermin yang mengingatkan kita bahwa kebenaran sejati sering tersembunyi di balik kesederhanaan, seperti candi kecil di lereng gunung yang menyimpan kisah besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *