Berita

Bupati Pati Sudewo Terancam Mundur, Aksi Besar 13 Agustus Digelar Warga

Avatar photo
3
×

Bupati Pati Sudewo Terancam Mundur, Aksi Besar 13 Agustus Digelar Warga

Sebarkan artikel ini

Desakan Terus Menguat, Bupati Pati Sudewo Didorong Mundur

Masyarakat Pati mendesak Bupati Sudewo untuk mundur dari jabatannya seiring dengan penolakan luas atas kebijakan-kebijakannya, meskipun ia telah membatalkan dua keputusan yang sebelumnya membuat gaduh. Gelombang aksi besar dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu direncanakan akan berlangsung pada 13 Agustus 2025, menandai upaya kolektif menuntut pertanggungjawaban pemimpin daerah tersebut.

Pada tanggal 7 Agustus, Sudewo mencabut kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang semula ditetapkan meningkat hingga 250 persen. Pembatalan tersebut diikuti dengan keputusan untuk membatalkan penerapan lima hari sekolah, langkah yang diambil sebagai respons terhadap penolakan dari ribuan santri, guru ngaji, dan ulama. Namun, disinyalir langkah tersebut masih belum cukup untuk meredakan kemarahan warga.

“Sikap arogan dan tantangan yang ditujukan Bupati Sudewo kepada masyarakat semakin memperkeruh situasi. Kami sudah terlanjur sakit hati. Kami bulatkan tekad untuk lengserkan Bupati Sudewo. Mau mundur dengan cara terhormat atau dilengserkan rakyat,” ungkap Surpriyono alias Botok, Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, pada 9 Agustus 2025.

Sejumlah aktivis dalam aliansi tersebut, seperti Ahmad Husein, menegaskan bahwa meski kebijakan PBB-P2 dibatalkan, tuntutan untuk mundurnya Sudewo tetap ada. Husein menyatakan kesiapan untuk mengerahkan 50 ribu massa dalam aksi yang akan digelar, menunjukkan betapa besarnya ketidakpuasan yang dirasakan oleh masyarakat.

Di sisi lain, Koordinator Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi, Sahal Mahfudz, menyampaikan bahwa meskipun mereka akan turun ke jalan pada tanggal yang sama, tujuannya bersifat merayakan keputusan pembatalan kebijakan, yang ia sebut sebagai “pesta rakyat.” Sahal juga mengingatkan kepada peserta untuk tetap menjaga suasana damai dan menghindari provocateur yang berpotensi merusak.

“Kita datang dalam keadaan damai. Jangan sampai ditunggangi oleh setan yang suka pada kerusakan dan permusuhan,” tegas Gus Sahal, menegaskan pentingnya komitmen damai dalam aksi yang akan dilaksanakan.

Situasi di Pati menunjukkan bagaimana ketidakpuasan publik dapat memicu mobilisasi besar-besaran. Masyarakat berharap, keputusan dari pemimpin daerah untuk meninjau ulang kebijakan yang tidak populer akan lebih sering dilakukan, mengingat dampaknya yang langsung dirasakan di tingkat lokal. Desakan masyarakat terhadap Bupati Sudewo mencerminkan dinamika politik di tingkat daerah yang sering kali melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Kisruh ini tidak hanya berdampak pada hubungan Bupati dengan masyarakat, melainkan juga berpengaruh pada stabilitas sosial di Kabupaten Pati. Harapan akan transformasi yang lebih baik tergantung pada respons dan tindakan tegas dari pemimpin daerah dalam mendengarkan aspirasi rakyat.

Dalam perkembangan yang lebih luas, isu-isu seperti ini diharapkan menjadi pelajaran bagi kepala daerah lainnya di Indonesia, agar lebih peka dalam mendengarkan suara masyarakat dan menghindari penggunaan kebijakan yang dianggap merugikan, yang hanya akan memicu protes dan demonstrasi di kemudian hari.