Internasional

ASEAN Tak Kirim Pengamat untuk Pemilu Myanmar, Kekhawatiran Terhadap Legitimasi Junta Meningkat

Avatar photo
4
×

ASEAN Tak Kirim Pengamat untuk Pemilu Myanmar, Kekhawatiran Terhadap Legitimasi Junta Meningkat

Sebarkan artikel ini

ASEAN Tidak Kirim Pengamat ke Pemilu Myanmar yang Kontroversial

Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengumumkan bahwa mereka tidak akan mengirim pengamat dalam pemilihan umum yang direncanakan oleh junta militer Myanmar pada Desember mendatang. Keputusan ini disampaikan berdasarkan kekhawatiran yang mendalam dari 11 negara anggota ASEAN mengenai konflik berkepanjangan di Myanmar dan perlunya dialog politik inklusif sebelum pelaksanaan pemilu.

Sumber diplomatik yang mengkonfirmasi keputusan ini pada Senin (27/10) mengungkapkan, “Artinya tidak ada pengamat ASEAN yang akan dikerahkan. Namun, negara-negara ASEAN diperbolehkan untuk mengirim di bawah kerangka bilateral.” Tidak adanya konsensus di antara negara-negara anggota untuk mengirim misi pengamat resmi di bawah naungan ASEAN juga menjadi perhatian.

Mustafa Izzuddin, pengamat hubungan internasional dari Solaris Strategies Singapore, menyatakan bahwa ketidakberangkatan pengamat ASEAN merupakan pukulan bagi legitimasi junta militer yang telah mengkudeta pemerintahan yang sah dan menggunakan kekerasan terhadap warga sipil. “Tanpa adanya pengamat, tak ada bukti kredibel yang dapat menunjukkan bahwa pemilu ini dilaksanakan dengan cara yang bebas dan adil,” ujarnya.

Dari sisi internasional, Kajsa Ollongren, Komisioner Uni Eropa, juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengirim pengamat karena pemilu tersebut dianggap tidak memenuhi syarat sebagai pemilu yang bebas dan adil. “Kami tidak akan mengirim pemantau untuk sesuatu yang tidak kami akui sebagai pemilu,” katanya.

Organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch, turut mengecam rencana penyelenggaraan pemilu oleh junta militer. Mereka menyebutkan bahwa pemungutan suara ini hanya merupakan bentuk penipuan. Amnesty International juga menambahkan bahwa junta menggunakan taktik represif dengan menangkap individu yang mengkritik proses pemilu tersebut.

Pemilu di Myanmar dijadwalkan akan berlangsung pada 28 Desember 2023, setelah junta militer menggulingkan pemerintahan yang sah pada Februari 2021. Aksi kudeta menimbulkan protes besar-besaran yang berujung pada tindak kekerasan, termasuk penangkapan dan pembunuhan oleh pihak junta.

Respon ASEAN terhadap situasi ini adalah melarang partisipasi junta militer dalam seluruh forum organisasi tersebut. Meskipun demikian, Myanmar tetap merupakan anggota ASEAN dan biasanya diwakili oleh perwakilan tetap atau sekretaris tetap dari negara itu.

Komunitas internasional, termasuk ASEAN, terus menyerukan perlunya dialog damai di antara semua pihak untuk memulihkan demokrasi di Myanmar. Namun, hingga saat ini, situasi di negara tersebut masih jauh dari kata pulih. Ketidakstabilan ini menuntut perhatian dan tindakan nyata dari masyarakat internasional untuk mengakhiri krisis yang berkepanjangan.